Saturday, February 23, 2013

My Fanfiction : Mentariku Datang Lagi

Title : Mentariku Datang Lagi
Author : Minhyuk’s Anae
Length : Oneshoot
Genre : Romance
Rating : Teenager
Main Cast :
-          Park Seo Hee (OCs)
-          Kang Min Hyuk
-          Choi Jun Hong ( Zelo B.A.P)
-          Other Cast
Disclaimer : Author’s Real imagination
Note : I’m back! Re-post : minhyukanaefanfic.wordpress.com don’t forget to RCL! *wink*
Summary :
Ketika aku dan kamu tak pernah menjadi kita.
Ketika aku dan kamu yang tak pernah bisa selaras.
Ketika dia yang datang dan membuatku lupa.
Ketika kau datang lagi dan membuatku setengah frustasi.

-***-
Park Seo Hee’s POV
Mataku menatap lekat lelaki bertubuh tegap dengan tuxedo abu-abunya yang menampakkan ketampanannya. Memuaskan mataku sampai waktunya habis. Sampai waktuku habis untuk menatapnya.
Memoriku berputar layaknya roll film mengingat semua kenangan yang pernah ku alami dengan lelaki itu. Tertawa lepas ketika aku benar-benar masih di sampingnya. Bersenda gurau dengan secercah kebahagiaan yang terselip di dalamnya. Kemudian ingatanku sampai pada saat itu. Saat dimana harapanku terlukai segalanya. Harapanku yang mengatakan dia mencintaiku juga dibantah keras dengan kenyataan dia bersama yang lain. Kemudian kami jauh, tak pernah sedekat dulu lagi. Kemudian waktu berjalan semakin cepat hingga akhirnya kini dia harus pergi.
Matanya membalas mataku tajam. Meski kurang dari semenit tapi efek sampingnya lebih dari satu menit. Hatiku berguncang. Antara senang dan sedih ku rasakan dalam satu kesempatan.
“ Hei.” Suatu tangan menyentuh pundakku lembut. Membuatku memalingkan pandanganku dari lelaki bertubuh tegap itu.
“ Oh, hallo Youngie.” Sapaku pada sahabat dekatku yang sekarang duduk di sebelahku. Menatap lurus panggung megah di depan kami yang bertuliskan “ Pelepasan Siswa kelas XII Paran High School
“ Selamat sudah diterima di Fakultas Kedokteran Kwanghee Univercity.” Ucap Boyoung mengulurkan tangannya padaku. aku tersenyum,
Gomawoyo.” Ucapku. Boyoung tersenyum lalu matanya bergerak lurus ke arah panggung lagi.
Hatiku sesak seketika menyaksikan siapa yang ada di depan. Lelaki itu sudah duduk di kursi belakang drum bersiap untuk menabuhnya. Tuhan, aku bahkan tak sanggup melihatnya lagi. Aku akan merindukannya beserta permainan drumnya itu.
Tiba-tiba Boyoung menyentuh pundakku dan mengusapnya pelan. Memberi isyarat agar hatiku tenang. Aku menatapnya,
“ Jangan lihat dia kalau itu akan membuatmu menangis.” Ucap Boyoung padaku. Aku menggeleng,
“ Kapan lagi aku akan melihatnya jika bukan hari ini, Youngie?”
-***-
Flasback
Aku menatap lelaki yang ada disampingku. Dia sedang asyik dengan Nintendo yang ia mainkan. Sepertinya sadar aku sedang menatapnya, dia mengalihkan pandangannya ke arahku,
“ Kenapa?” Tanyanya manis.
“ Tidak.” Jawabku malu. Dia mengusap kepalaku pelan. Manis. Ya, semanis harapanku selama ini padanya.
Tolong katakan padaku siapa yang tidak jatuh hati pada lelaki semacam dia. Lelaki yang akan membangunkanmu setiap pagi lewat telepon, menanyakan keadaanmu setiap saat, memperhatikanmu sedetail mungkin, mengucapkan selamat tidur setiap malamnya. Tapi ingat, dia bukan pacarmu melainkan sahabatmu.
Tolong ingatkan aku bahwa aku memang sudah masuk friendzone. Dimana aku jatuh hati pada sahabatku sendiri. Mungkin ada benarnya pepatah orang yang bilang “ Cinta Datang Karena Terbiasa ” dan aku membuktikannya sendiri. Tapi sekali lagi, siapa yang tidak jatuh jika lelaki itu selalu memberi harapanmu seperti itu?
Mungkin aku sudah melayang terlalu tinggi hingga lupa dan terjatuh tiba-tiba. Aku kira dia mencintaiku juga. Aku kira dia punya rasa yang sama. Aku kira dia mengukir namaku juga di hatinya. Aku kira….dan terlalu banyak kira pada hidupku sekarang ini.
Aku jatuh tiba-tiba mengetahui aku bukan orang yang dia cinta.
“ Kita hanya bersahabat, bukan?”
Pernyataan itu cukup menyayat hatiku sesaat setelah seorang gadis menghampirinya dan mempertanyakan perasaannya padanya. Aku hanya mengangguk kala itu karena senyatanya memang seperti itu. Kami hanya bersahabat dan tak ada hubungan apa-apa.
Setidaknya setelah itu lelaki itu memiliki hubungan khusus dengan gadis tadi. Otomatis, perhatiannya bukan padaku. Otomatis, kami sudah bukan seperti yang dulu. Otomatis, hubunganku berhenti disitu saja.
Orang bilang lelaki semacam itu disebut Pemberi Harapan Palsu. Entah bermaksud membelanya atau tidak, atau entah bermaksud menyalahkan diriku sendiri. Senyatanya aku menarik kesimpulan bahwa tidak ada pemberi harapan palsu di dunia ini jika tidak ada yang merasa besar kepala duluan. Mungkin saja kita yang merasa ditinggikan sehingga tercipta secercah harapan padahal sebenarnya kita masih pada posisi yang sama. Lalu timbul rasa sakit ketika kita sadar dan membuat kita seolah terjatuh dari lembah yang tinggi bernama harapan.
Dia adalah mentariku selama ini. Mentari yang bersinar terang dan senyatanya sinarnya bukan hanya untukku.
Hubunganku semakin hancur tatkala pembicaraan itu merebak. Rahasiaku yang ku simpan dua tahun merebak begitu saja. Aku mencintainya dan dia langsung percaya. Entah siapa yang membuat rahasia itu terbongkar. Senyatanya setelah itu dia tak pernah mau memanggil namaku lagi, dia tak pernah mau bicara denganku lagi, dia tak pernah mau bersamaku lagi. Dia dan aku layaknya sepasang yang tak pernah mengenal satu sama lain.
Aku berjalan mengitari sekolah sampai akhirnya menemukan sepasang kekasih yang sejak awal hubungannya tak pernah aku inginkan. Matanya menatapku tajam membuatku seakan takut dan spontanitas menundukkan wajahku. Aku mempercepat langkah sebelum sebuah suara memberhentikan langkahku,
“ Seo Hee-ya!” Langkah kaki itu mempertegas kedatangannya. Membuatku mengangkat wajahku dan tercengang untuk menyadari dia ada di dekatku lagi.
3 bulan 10 hari dia sudah tidak pernah menganggapku ada dan kini dia datang memanggil namaku.
“ Minggu depan aku akan pergi ke Amerika dan tidak tahu apakah masih ada kesempatan untuk kembali ke Korea atau tidak. Simpan ini. Jangan hilang, ne?” Ujarnya memegang tanganku dan memberiku sebuah gantungan kunci kecil dengan bentuk menyerupai gadis dengan mata almond dan rambut lurus terjuntai cukup panjang, mirip denganku. Lalu dia pergi sebelum aku menjawab apa-apa.
Amerika? Minggu depan? Artinya itu adalah satu hari setelah hari pelepasan.
Aku menatap gantungan kecil di tanganku dan melanjutkan perjalananku menuju kelas.
Flashback Off
Aku mengitari seluruh sekolah ketika acara selesai. Mencari lelaki tersebut untuk sekedar mengucapkan salam perpisahan. Mungkin sekaligus mengatakan sebuah perasaan. Aku tak mau terlalu lama memendam dan aku harus segera mengungkapkannya.
Aku tak berhasil menemukannya. Sampai aku bertanya pada temannya,
“ Yonghwa-ya, apa kau melihat Minhyuk?” Tanyaku kepada Yonghwa.
“ Minhyuk? Bukankah dia sudah pergi ke Amerika pada pukul sepuluh?” Yonghwa justru bertanya padaku. Pergi?
“ Bukankah tadi dia masih bermain drum saat kalian tampil?” Tanyaku lagi.
“ Ya dan setelah itu dia langsung ke bandara. Pesawatnya take off pada pukul sepuluh jadi dia buru-buru pergi.” Jawab Yonghwa.
“ Memangnya kenapa Seo Hee-ya?” Tanya Yonghwa saat melihat perubahan ekspresi wajahku.
Aaa aniyo. Yasudah, terima kasih Yong!” Ujarku dan meninggalkan Yonghwa.
Hatiku rasanya terpukul habis. Aku belum sempat mengucapkannya. Belum sempat mengucapkan salam perpisahan dengannya juga. Dia..akankah kembali ke Korea?
Tuhan, bagaimana jika aku selalu menyimpan perasaanku padanya disaat dia tak pernah kembali?
-***-
3 Tahun Kemudian
Minhyuk, apa kabarmu sekarang? Baik-kah disana? Aku harap baik selalu dan selamanya.
I bissoriga ni moksorinji
Nal bureuneun sorinji, naman neol saenggakhani
I biga nareul wirohaejulkka
Ireon nae mameul alkka? Jakku niga saenggangna
Petikan gitar dan lantunan sebuah lagu membuatku sadar dari lamunanku, menatap aneh seorang lelaki yang masih bernyanyi dan tersenyum kepadaku.
“ Sudah berapa kali aku bilang kau tak pantas menyanyikan lagu ballad, Jun Hongie?” Ucapku membuatnya menghentikan permainan gitarnya. Menatapku tajam seakan tak terima dengan pernyataanku barusan.
“ Sudah berapa kali aku bilang tak baik melamun sendirian di taman kampus seperti ini?” Ujarnya membalas perkataanku. Aku hanya terkekeh pelan yang disambut kekehannya.
“ Kau tahu, aku bermaksud menghiburmu dengan lagu tadi.” Ujarnya sambil mengetuk-ketukkan jemarinya di gitar akustiknya.
“ Tapi, eum, setidaknya wajahmu tak cukup pantas menyanyikan lagu ballad, Hongie.” Ucapku pelan.
“ Yak! Mana ada pantas tidaknya orang bernyanyi hanya karena wajah! Yak!” Dia mengumpat tak terima dengan perkataanku barusan.
“ Hahahaha! Aku hanya bercanda!” Ujarku dan mengulurkan lidahku dan memandang Jun Hong yang terlihat kesal.
“ Tapi apakah wajahku memang seperti itu?” Tanyanya tiba-tiba membuatku semakin tertawa.
“ Sedikit.” Jawabku.
“ Syukurlah setidaknya pagi ini aku bisa melihatmu tertawa meski karena menertawai wajahku. Memikirkannya lagi?” Tanya Jun Hong membuatku terkesiap dan diam.
Jun Hong tau tentang kisahku dan Minhyuk. Ya, dia Choi Jun Hong. Sahabat baruku saat masuk kuliah. Seorang laki-laki yang baik menurutku. Setidaknya dia memang salah satu tempat untukku berkeluh kesah.
Aku mengangguk.
Lama kami terdiam sampai Jun Hong kembali membuka suaranya.
“ Apakah kisah cinta pertama selalu seperti itu?” Tanya Jun Hong dengan suara pelan nyaris tak terdengar. Mata kami bertemu.
“ Entahlah. Aku sendiri tak tahu kisah cinta pertama orang lain. Memangnya kau tak punya cinta pertama?” Tanyaku masih menatap Jun Hong.
“ Punya. Tapi aku tak yakin.” Jawabnya.
“ Kenapa?” Aku semakin penasaran akan ceritanya. Senyatanya selama kurun waktu 2 tahun aku mengenalnya memang aku tak pernah banyak mendengar soal kisah cintanya.
“ Entahlah. Ah, sudah kenapa jadi membahas tentangku?” Tanyanya.
“ Aaaa, Hongie! Kau harus bertanggung jawab membuatku penasaran! Ayo, cerita!” Pintaku.
Shireo!” Tolak Jun Hong.
“ Yak, Hongie! Sedikit saja aku ingin mendengarnya! Jebal….. siapa tahu aku bisa kasih solusinya.” Pintaku.
“ Mana ada orang susah move on konsultasi kepada orang susah move on juga?” Sindir Jun Hong cukup menyodok hatiku. Aku menatapnya.
“ Aaaaa Jebal Hongie! Ayo cerita padaku!” Pintaku keras.
“ Sedikiiiiit saja.” Pintaku lagi sambil menarik tangannya.
“ Baiklah. Sedikit saja, ne?” Aku mengangguk mantap dan Jun Hong memulai kisahnya,
“ Namanya Ahn Hye Jung. Dia cantik, baik, dan ramah pada semua orang. Dia dekat denganku dan menjadi salah satu sahabatku. Sampai akhirnya mantan kekasihnya yang bernama Jung Byung Hee datang dan kembali memaksanya untuk kembali. Lalu dia memintaku untuk menjadi kekasih palsunya.”
“ Hari demi hari berjalan sehingga seluruh sekolah mengetahui bahwa aku adalah kekasih Hye Jung. Meski hanya kami dan Tuhan yang tahu bahwa sesungguhnya semuanya hanya pura-pura. Lama-lama rasa itu tumbuh juga. Aku mulai mencintainya. Saat aku berniat untuk mengatakannya, dia tiba-tiba kembali kepada Byung Hee.” Aku hanya terdiam mendengarkan cerita Jun Hong.
“ Setidaknya kau laki-laki Hongie. Kapanpun kau ingin mengutarakan perasaanmu, kau bisa langsung mengutarakannya. Tapi aku perempuan. Lingkupku terbatas.” Ucapku sedikit berkomentar.
“ Setidaknya seluruh manusia berhak mengutarakan perasaannya.” Jawab Jun Hong.
“ Lalu…apa kau masih menyimpan perasaan padanya hingga sekarang?” Tanyaku.
Mollaseo. Hoksi.” Jawab Jun Hong.
Entahlah, apa yang membuatku seperti ini. Yang pasti terdapat kekecewaan saat Jun Hong bilang mungkin dia masih mencintai gadis itu. Oh, apa yang kau pikirkan Seo Hee? Cemburu-kah?
Setidaknya pelajaranku saat dengan Minhyuk cukup membuatku sadar untuk tidak terlalu mudah jatuh hati. Tapi senyatanya aku memang sulit untuk jatuh hati. Terlebih jika berurusan dengan Minhyuk.
Lalu apakah aku mulai membuka hatiku untuk Jun Hong? Lalu apakah artinya aku akan melupakan Minhyuk? Lalu aku terjebak friendzone lagi? Lalu…aku takut jatuh lagi.
“ Apa yang sedang kau pikirkan?” Pertanyaan Jun Hong membuyarkan lamunanku lagi.
Ani. Hongie, aku lapar.”
“ Ayo, kita cari makanan!” Ajak Jun Hong menarik tanganku.
-***-
Aku memejamkan mataku dan entah apa yang sedang ku pikirkan. Yang pasti tiba-tiba wajah Jun Hong dan Minhyuk datang bersamaan. Oh, benarkah? Semudah ini? Melupakan Minhyuk?
Mataku menatap gantungan kunci itu. Warna dan ukirannya masih tertata rapi dan apik. Aku selalu menyimpannya di dompetku. Aku berbicara pada benda itu layaknya orang gila. Menganggap bahwa dengan berbicara dengannya lalu Minhyuk bisa mendengar semua kata hatiku.
“ Hyukkie, apa kabar? Hyukkie, apa aku jatuh cinta lagi? dan sama Jun Hong? Yang benar saja! dia bukan tipeku! Tipe idealku hanya dirimu. Tapi, apakah ini jawaban Tuhan bahwa kita memang tidak berjodoh?”
“ Hyukkie, bagaimana jika aku mengharapkan Jun Hong? Apakah harapannya akan membuatku sakit lagi? Apakah Jun Hong punya rasa yang sama sepertiku? Hyukkie, aku takut sakit lagi.”
“ Hyukkie, tapi Jun Hong masih suka dengan cinta pertamanya. Layaknya aku yang masih menyukaimu. Hyukkie, aku tak tahu bagaimana dalamnya cinta Jun Hong pada cinta pertamanya. Akankah kehadiranku bisa merubah perasaannya?”
“ Hyukkie, tapi aku hanya ingin denganmu. Kapan kau kembali? Satu tahun lagi? Lima tahun lagi? atau sepuluh tahun lagi? Hyukkie, aku masih ingin menunggumu.”
“ Hyukkie, tapi kita memang tidak selaras. Kini aku menjalani hidupku sendiri tanpamu begitu juga kau yang menjalani hidupmu tanpa aku. Kita tak pernah selaras. Lantas, masihkah pantas aku mempertahankan perasaan ini?”
“ Hyukkie, aku bingung. Aku menyukai Jun Hong tapi cintaku hanya untukmu. Jika sebuah hati punya persentase, maka 70% hatiku tetap menyerukan namamu. Hyukkie, aku lelah. Aku lelah untuk tidak bisa melupakanmu.”
“ Hyukkie, aku rasa aku bertambah gila setiap harinya. Aku gila untuk selalu mengharapkanmu. Aku gila karena bertahan pada harapan diskriminan kurang dari nol. Harapan imaginer yang tak bisa nyata. Harapan untuk kau kembali padahal aku tahu kau tidak akan kembali. Hyukkie, bagaimana jika aku mati sebelum aku bertemu kembali denganmu?”
“ Hyukkie, aku mencintaimu. Selalu.”
Air mataku sudah tumpah sedari tadi. Terkadang aku menertawai nasibku yang seperti ini. Gila. Memang. Gila karena Minhyuk. Hatiku serasa tak terima untuk membuka hati untuk yang lain. Padahal bertahan pada Minhyuk membuat otakku semakin bergeser. Logikaku semakin menghilang dimakan perasaan.
Terkadang aku lelah akan perdebatan otak dan hatiku yang tak pernah selaras. Sama seperti perasaanku kepada Minhyuk yang tak pernah selaras. Aku……….terlalu susah untuk melupakan.
-***-
Pagi ini, tidak biasanya, Jun Hong menjemputku untuk berangkat kuliah bersama.
“ Yak, Hongie. Tumben sekali.” Ujarku sambil menaiki motor milik Jun Hong.
“ Sekali-kali. Lagipula kau senang kan? Gratis.” Jawab Jun Hong.
“ Hahaha! Kau benar sekali!” Ucapku menepuk pundak Jun Hong.
“ Ok, ka!” Ujarku dan Jun Hong mulai mengendarakan motornya.
Akhir-akhir ini rasanya aku bertambah nyaman dengan Jun Hong. Aku rasa aku memang menyukainya. Aku juga cemburu ketika melihat Jun Hong dekat dengan teman-teman perempuannya yang lain.
Kurasa perkembanganku cukup pesat. Ya, setidaknya aku tak mau terpuruk terus-terusan. Oh, aku memang labil. Sedetik aku berpikir untuk bertahan lalu sedetik kemudian aku berpikir untuk meninggalkan. Yang pasti, aku ingin membuka sebuah lembar hidup yang baru.
Bagaimana bisa aku bertahan pada situasi yang membuatku selalu berharap pada ketidakpastian layaknya delta x?
“ Mau makan siang bersama?” Ajak Jun Hong saat kelas ginekologi baru saja selesai.
“ Ide yang bagus. Makan dimana? Aku bosan dengan makanan di kantin.” Ujarku. Jun Hong terlihat sedang berpikir,
“ Aku tahu tempat makan yang bagus!” Ucap Jun Hong.
Kami sampai di sebuah restoran yang terletak cukup jauh dari Seoul. Dekat pantai dan cukup menyejukkan.
“ Kenapa kau membawaku kesini?” Tanyaku.
“ Katanya kau bosan dengan makanan kantin kan? Setidaknya kita bisa refreshing disini. Bosan juga dengan tempat makan di Seoul.” Jawabnya. Aku hanya mengangguk menuruti.
“ Ayo masuk.” Ajak Jun Hong.
“ Mau makan apa?” Tanya Jun Hong sambil membuka-buka menu makanan disini.
“ Aku ingin tteokbeokki udang dengan minumnya air mineral.” Jawabku.
“ Jauh-jauh kesini cuma makan tteokbeokki?” Tanya Jun Hong mendekat ke arahku sambil berbisik.
“ Tapi aku sedang ingin tteokbeokki…” Ujarku dengan wajah sok polos hehehehe.
“ Yasudah, tteobeokki udang 1 dan kimchi jjigae 1 lalu minumnya air mineral 2.” Ujar Jun Hong pada pelayan restorannya.
Kimchi jjigae. Makanan kesukaan Minhyuk.
“ Kenapa?” Tanya Jun Hong melihatku menatapnya. Aku menggeleng.
“ Seo Hee-ya, kau pernah bilang padaku bahwa laki-laki punya hak yang lebih besar untuk menyatakan perasaannya, ne?” Aku mengangguk.
“ Lalu kau juga pernah bilang kalau laki-laki bisa mengutarakan perasaannya kapan saja, dimana saja, tanpa harus malu-malu, ne?” Aku mengangguk lagi.
“ Kalau begitu, aku mau bilang.. Seo Hee-ya, aku mencintaimu.” Ujar Jun Hong dengan wajah polosnya yang kontras dengan wajahku yang terbelalak bukan main mendengar pernyataannya.
“ Aku tahu kau masih menyayangi dan mengharapkan Minhyuk. Aku tahu aku bukan tipemu. Aku tahu mungkin kau tidak mencintaiku. Tapi, bolehkah kau beri aku kesempatan untuk membuatmu melupakan Minhyuk? Setidaknya ayo kita lupakan Minhyuk dan Hye Jung. Ayo kita buat lembaran baru.” Ujar Jun Hong serius.
“ Hongie, aku baru percaya kalau kau bisa jadi dewasa seperti itu.” Ujarku polos membuat Jun Hong melengos.
“ Seo Hee, bolehkah aku menggantikan posisi Minhyuk di hatimu?” Tanya Jun Hong lebih serius. Membuat hatiku dihujam beberapa pertanyaan.
Kalau aku jawab iya….tapi Minhyuk tidak bisa digantikan.
Kalau aku jawab tidak….maka akan ada hati yang tersakiti. Termasuk hatiku sendiri.
Spontanitas aku mengangguk,
“ Ya, dan aku juga mau menggantikan posisi Hye Jung di hatimu.” Jawabku membuat Jun Hong memancarkan sebuah senyum. Senyum yang akan bersinar di hatiku mulai sekarang.
Jun Hong memegang tanganku,
Saranghae.”
3 tahun 3 bulan 20 hari, aku menemukan pengganti Kang Minhyuk. Namanya Choi Jun Hong.
-***-
1 Tahun Kemudian
Aku sedang membereskan apartementku dan kembali menemukan gantungan kecil itu. Aku tersenyum menatapnya,
“ Hyukkie, apa kabar? 4 tahun kita tidak bertemu ya? Wah, cukup lama juga.”
“ Hyukkie, sekarang aku bukan perempuan pecinta satu sisi lagi. Aku sudah punya pacar namanya Choi Jun Hong. Dia tampan dan manis. Lebih kekanak-kanakkan darimu. Hyukkie, yang terpenting, aku bisa melupakanmu!!!”
Aku berlari kecil menuju lobby apartementku. Terlihat Jun Hong sudah duduk manis di atas motornya.
“ Maaf, sudah lama menunggu? Aku bangun kesiangan.” Ujarku sedikit terengah.
“ Tidak, baru 10 menit kok. Santai aja. Maaf, aku lupa membangunkanmu.” Jawabnya. Aku mengangguk.
“ Ayo naik.” Perintah Jun Hong dan aku menurutinya.
Aku sedikit heran dengan keadaan kampus hari ini. Terasa lebih ramai.
“ Min Young-ssi, kenapa ramai sekali?” Tanyaku pada Shin Min Young.
“ Ada mahasiswa baru di Fakultas Management, Seo Hee-ssi.” Jawab Min Young. Aku mengangguk.
“ Dari Amerika.” Lanjut Min Young dan berlalu meninggalkanku dengan Jun Hong.
“ Ada mahasiswa baru aja ramai begini. Sepertinya aku baru tahu mahasiswa kampus kita seperti ini, Hongie.” Ujarku dan Jun Hong hanya mengangguk-angguk.
Langkahku terhenti begitu menyadari ada sepasang mata yang menatapku tajam sekarang. Mata yang sangat ku kenal. Minhyuk.
“ Kenapa?” Tanya Jun Hong yang ikut berhenti di sampingku. Aku menggeleng dan meneruskan langkahku.
Kenapa dia kembali? Dan kenapa hatiku bimbang lagi?
Jun Hong menatapku aneh. Membuatku berhenti menulis catatan yang tadi ditinggalkan Jo Seonsaengnim.
“ Kau, gwaenchanhayo?” Tanya Jun Hong memegang keningku.
Gwaenchanhayo. Wae?
“ Kau aneh hari ini. Apa sedang ada masalah?” Tanya Jun Hong lagi. Aku menggeleng dan tersenyum,
“ Aku baik-baik saja.” Jawabku. Jun Hong hanya mengangguk.
“ Kalau ada masalah cerita, ne?” Aku mengangguk sebagai jawaban.
Kang Minhyuk gila! Kenapa dia harus kembali? Kenapa dia harus kembali disaat aku sudah bersama Jun Hong?
Kenapa hatiku berdebar lagi? Kenapa mataku menatapnya lagi? Kenapa siratan rasa itu kembali lagi?  Kenapa?
Dulu, aku memang berharap dia kembali. Tapi sekarang, bagaimana dengan Jun Hong? Arrgh!
Aku melangkahkan kakiku ke parkiran motor menuju motor Jun Hong. Tadi Jun Hong pergi sebentar dengan Yongguk Oppa dan aku disuruh menunggu di parkiran motor.
Aku menarik nafasku dalam ketika menemukan sepasang mata itu lagi.
“ Masih ingat padaku?” Tanyanya yang datang menghampiriku. Aku menatap wajahnya,
“ Tentu saja, Kang Minhyuk-ssi.” Jawabku.
“ Sejak kapan kau memanggilku ‘Minhyuk-ssi’? Aku merindukan panggilan ‘Hyukkie’ darimu.” Jawabnya sambil memamerkan senyum khasnya.
Hyukkie, tolong jangan tersenyum kepadaku.
“ Sejak kau pindah ke Amerika.” Jawabku santai.
“ Kapan kau kembali?” Tanyaku.
“ 3 hari yang lalu.” Jawab Minhyuk singkat. Aku hanya mengangguk-angguk. Ku harap, Jun Hong tidak datang sekarang.
“ Senang bisa bertemu denganmu lagi.” Ucapnya seraya tersenyum dan mengelus kepalaku lembut. Membuatku diam mematung.
Rasanya, terakhir kali dia seperti ini padaku itu sebelum dia berpacaran dengan Lee Gi Young.
“ Apa kau tak senang bertemu denganku lagi?” Tanyanya sambil menatapku.
“ Aku juga senang bertemu denganmu.” Jawabku membalas senyumnya. Senyum kepura-puraan.
I pretend to smiling, Hyukkie. Just pretend. I lie to my self. I can’t smile now. I can’t smile to see you again in wrong time. Hyukkie, why you have to come back when I have forgotten you?
“ Aku duluan, Seo Hee-ya. Apa nomormu masih yang lama? Hubungi aku. Nomorku juga masih tetap seperti yang dulu.” Jawabnya mengusap kepalaku lagi dan kemudian pergi.
Samar-samar aku melihat Jun Hong datang. Syukurlah, dia datang disaat Minhyuk sudah pergi. Setidaknya kini aku merasa jahat untuk mengatakan, aku belum bisa melupakan Minhyuk sepenuhnya.
“ Sudah lama menunggu? Mianhae.” Ucapnya sedikit ngos-ngosan.
“ Gak apa-apa.” Jawabku sambil mengelap keringatnya dengan tissue. Jun Hong tersenyum. Senyumnya kini membuatku miris.
-***-
Rasanya, kini aku menyimpulkan sesuatu. Melupakan memang mudah, seperti aku yang mudah berpindah hati dari Minhyuk ke Jun Hong. Namun bekasnya tak mudah hilang. Seperti aku kini, bekas rasaku untuk Minhyuk masih ada. Jelas terasa.
Aku menutup mataku dan merebahkan tubuhku ke atas ranjang. Melepaskan lelah dan penatku sepanjang hari.
Aku berpikir, mimpikah? Mimpikah aku untuk bertemu kembali dengan Minhyuk?
Cintaku untuknya masih ada. Jelas sekali. Bahkan melihat matanya aku semakin jatuh ke lubang itu. Bahkan bekas luka yang dulu tak menjadi pertimbanganku untuk kembali berpikir masihkah aku mencintai Minhyuk. Ya, aku memang masih sangat mencintai Kang Min Hyuk.
Lalu bagaimana Jun Hong? Jun Hong aku tahu aku jahat. Jun Hong aku tahu aku akan melukaimu secepatnya. Jun Hong aku harus bagaimana?
Tuhan, aku mencintai Jun Hong tapi aku lebih mencintai Minhyuk. Tapi Minhyuk tidak mencintaiku.
Tuhan, aku akan melukai Jun Hong jika caranya begini. Tuhan, ini masalah apa lagi? Tuhan, aku tak sanggup melukai Jun Hong.
Tuhan, apakah aku harus melepas Minhyuk? Sedangkan hatiku, selama lima tahun ini, ternyata selalu mempertahankan Minhyuk.
Tuhan, apa yang harus ku lakukan?
Tuhan, inikah namanya kekuatan cinta pertama? Yang dimana ketika dia datang kembali hatiku selalu berpaut padanya. Aku terjebak padanya lagi.
5 tahun 6 bulan 10 hari. Minhyuk kembali lagi. Mentariku yang kembali bersinar disaat aku sedang diterangi Rembulan.
-***-
Aku tahu mungkin Jun Hong menyadari perubahan sikapku yang drastis. Aku memang sedikit tak banyak bicara sekarang. Hatiku galau. Hatiku gundah. Aku mencinta kepada dua orang. Dimana yang satu sulitku lepas sedangkan dia tak pernah bertahan. Sedangkan yang satu selalu mempertahankanku dan tak pernah melukaiku sedalam lelaki yang terdahulu.
Jun Hong, tapi aku ingin mencintaimu. Aku tak mau melupakanmu.
Tapi, Minhyuk belum tentu mencintaiku juga kan?
-***-
Chagi, aku harus menemui Yongguk Hyung setelah kelas berakhir. Aku tidak bisa mengantarmu pulang. Mianhae.” Ucap Jun Hong kepadaku.
Gwaenchanha. Aku mengerti, Hongie.” Jawabku.
Mianhae.” Ucapnya lagi.
“ Iya.” Jawabku sambil mengusap kepalanya.
“ Kau pulang naik apa?” Tanya Jun Hong.
“ Taksi hehehe.” Jawabku sambil tersenyum.
Mianhae.” Ucapnya berulang kali.
“ Sekali lagi kau meminta maaf maka aku tak mau memaafkanmu.” Ucapku dibuat ketus.
“ Iya, yeoja galak.” Jawab Jun Hong sambil mencubit pipiku. Aku hanya menjulurkan lidahku. Jun Hong tersenyum,
“ Yasudah aku duluan, ne?” Pamitku pulang. Jun Hong mengangguk sambil melambaikan tangan kepadaku.
Aku berjalan menuju halte sebelum sebuah tangan menarikku sedikit kasar. Membuat tubuhku hampir terjatuh. Aku tersentak begitu menyadari siapa yang menarik tanganku.
“ Bisa kita bicara sebentar?” Tanya Minhyuk masih menggenggam tanganku. Aku mengangguk.
“ Ku dengar, kau sudah memiliki pacar ne?” Tanya Minhyuk disaat kami sedang memesan makanan.
“ Iya. Kenapa?” Tanyaku balik.
Aniya. Hanya bertanya.” Jawabnya sambil tersenyum.
Harus aku akui, aku merasa bermimpi untuk kembali bertemu dengannya dan duduk berdua dengannya lagi.
“ Wow, kau masih menyimpannya?” Minhyuk memegang gantungan kunci itu saat aku mengeluarkan dompetmu.
“ Dulu kau bilang aku tak boleh menghilangkannya bukan?” Ucapku seraya menatapnya.
Dia mengangguk,
“ Benar juga.”
“ Lantas, apa kau masih menyimpannya juga?” Tanya Minhyuk. Aku mengerutkan dahiku,
“ Menyimpan apa?” Aku heran.
“ Menyimpan apa yang dulu orang bicara antara kau dan aku.” Jawabnya.
Aku masih belum bisa mengerti apa yang dia bicarakan. Aku berusaha mengingat dan mencerna kata-katanya barusan.
“ Apa kau masih menyimpan rasa itu?” Minhyuk bertanya padaku lagi.
“ Apa aku masih punya kesempatan untu mendapatkan rasa itu meskipun aku sudah jauh terlambat?” Tanya Minhyuk lagi.
Kini aku mengerti apa yang dia bicarakan. Astaga! Apakah dia baru saja memintaku untuk kembali padanya?
“ Maksudmu Hyukkie?” Tanyaku memastikan apa yang otakku terima.
“ Masihkah kau mencintaiku?” Tanya Minhyuk membuatku sangat amat mengerti maksudnya.
Layaknya disambar petir aku terdiam dan terguncang. Rasanya aku ingin mati sekarang juga. Apa yang harus aku lakukan?
Memilih Minhyuk tentu sangat membuatku bahagia. Mengetahui Minhyuk adalah cinta yang selalu ku nanti. Tapi melukai Jung Hon adalah sebuah kesakitan yang tak akan pernah mau ku lakukan. Jung Hon sudah terlalu baik padaku. Menyembuhkan lukaku perlahan dan pantaskah aku justru memberinya luka?
“ Tapi aku sudah punya namjachingu, Hyukkie.” Jawabku pelan.
“ Kembalilah padanya. Minhyuklah cinta sejatimu selama ini, Seo Hee-ya.” Sebuah suara datang padaku membuat aku dan Minhyuk menoleh ke sumber suara.
Disana terdapat laki-laki dengan wajah manis sedang tersenyum ke arah kami. Ia mendekat dan menepuk pundakku.
Rasanya lidahku kelu untuk sekedar berkata-kata. Jung Hon, apa kau katakan tadi?
“ Seo Hee-ya, kembali pada Minhyuk dan itu akan membuatku bahagia selamanya. Setidaknya terima kasih sudah menemani hari-hariku dalam kurun waktu 1 tahun belakangan ini. Aku tahu Minhyuklah kebahagiaanmu. Dan aku tentu sangat tahu bahwa kebahagiaanmulah kebahagiaanku.” Ujar Jun Hong mengelus kepalaku lembut sambil tersenyum. Air mataku kini keluar dan aku memeluk Jun Hong. Sedangkan Minhyuk hanya diam di tempatnya itu.
“ Hongie, aku tak mau melukaimu.” Ujarku sambil menangis.
“ Siapa yang terluka? Aku tak pernah merasa kau lukai. Kau harus tahu, kesempatanmu itu sekarang. Ketika kau memilih bersamaku dan menolak Minhyuk lalu kau menyesal, apa kau kira kau tak melukai dirimu sendiri? Apa dengan begitu kau kira aku akan tenang-tenang saja?”
“ Kembalilah maka kau akan bahagia. Kembalilah maka aku akan ikut bahagia. Kau tahu, takdir Tuhan tak akan pernah ada yang menyangka. Mungkin takdirku bukan dirimu dan takdirmu adalah Minhyuk.” Jun Hong melepas pelukanku. Mengusap air mataku pelan dan berjalan ke arah Minhyuk.
“ Minhyuk-ssi, berjanjilah padaku untuk selalu mencintainya. Berjanjilah padaku untuk tak pernah melukainya. Berjanjilah pada dirimu sendiri kau akan terus menjaganya. Setidaknya, kau harus tahu, dia sudah terlalu banyak menangis untukmu dalam kurun waktu 3 tahun ini.” Ujar Jun Hong ke arah Minhyuk.
“ Aku berjanji. Kepada Tuhan, kepada diriku sendiri, kepada Seo Hee, dan kepadamu. Aku berjanji untuk selalu menjaganya. Yak, Seo Hee apa benar aku banyak membuatmu menangis?”
Aku menatap Minhyuk sedikit sebal.
“ Iya. Dan kau harus tau Tuan Kang. Aku hampir gila karenamu. Untung saja Jun Hong datang dan menyelamatkanku.” Umpatku kesal.
Jun Hong tersenyum,
“ Pantaskah kalian bertengkar? Hahaha berpeluklah dan jangan menyakiti satu sama lain, arachi?” Ucap Jun Hong.
Arasseo, Hongie.” Jawabku.
“ Hongie.” Panggilku disaat Jun Hong mulai beranjak. Dia menoleh,
“ Kita masih tetap bersahabat kan?” Tanyaku.
Jun Hong tersenyum,
“ Selalu dan selamanya.” Jawabnya meninggalkan kami berdua.
Minhyuk menatapku,
“ Maaf sudah terlalu banyak menyakitimu.” Ujarnya lalu memelukku. Aku hanya tak percaya ini nyata.
“ Hyukkie.”
“ Hmm?”
“ Apakah keadaan kita ini sama seperti diskriminan lebih dari nol dengan angka rasional?”
“ Tentu saja. Setidaknya cintaku padamu seperti kovalen non polar yang tak punya pasangan elektron bebas. Cintaku terikat dan hanya tersisa untukmu.” Jawab Minhyuk sambil tersenyum.
-*****-
Prolog ( 2 tahun kemudian )
“ Jun Hong, kau jahat! Kau melangkahi kami! Hyaaaa!!!” Omelku di pesta pernikahan Jun Hong.
Jun Hong hanya tertawa melihat kelakuanku.
“ Minhyuk-ah, ku rasa Seo Hee ingin cepat-cepat menikah.” Ujar Jun Hong ke arah Minhyuk.
Minhyuk menatap ke arahku,
“ Benarkah chagi? Kalau begitu ayo secepatnya kita menikah.” Goda Minhyuk.
Shireo! Aku mau ambil sarjana spesialis dulu baru menikah.” Tolakku.
Ani. Aku akan menikahimu secepatnya. Kami sudah pantas menikah bukan, Jun Hong-ah?” Goda Minhyuk sambil menarik lenganku.
“ Tentu saja kalian sudah sangat pantas untu menikah hahaha.” Tawa Jun Hong.
Kalian tahu siapa istri Jun Hong? Dia adalah Shin Bo Young teman sma-ku.
Aku bahagia mendapatkan cinta pertamaku. Dan satu lagi, aku bahagia mendapatkan dua sahabat terbaikku sepanjang masa, Boyoung dan Jun Hong yang ternyata sekarang bersatu ^^
Aku sudah mendapatkan kembali mentariku. Mentari yang kini bersinar hanya untukku. Mentari yang membuat hatiku bersenandung lagi. Mentari yang selalu menghangatkan sisi hatiku yang sudah lama lembab tak bertepi.
-***-



0 comments:

Post a Comment