Thursday, October 31, 2019

Patah

Jatuh cinta tak pernah semenakutkan ini, sebelum apa yang kau ucapkan di ujung percakapan kita selalu menjadi bumerang bagi diriku sendiri.
Kau sehebat itu rupanya, bisa meluluh lantakkan pondasi kuat yang kubangun bertahun-tahun hanya dengan satu kalimat paling bodoh yang pernah kudengar.
Kalimat yang mengajarkanku bagaimana merasakan patah hati yang paling patah, yang menjadikanku gadis lemah yang bisa kau injak martabatnya.

Enam bulan sudah, luka itu kau goreskan di bagian hatiku yang paling dalam.
Bukannya sembuh, hari demi hari luka itu makin meluas, seiring dengan ingatanku tentang kalimat yang belum juga musnah.
Tidak semua orang yang dekat denganmu, mau jadi bagian dari hidupmu, ucapmu.
Ingatan yang membuat goresan luka ini makin melebar, makin mendalam, makin menguasai diriku yang kehilangan jati diri.

Jangan meninggi dulu, aku tidak butuh rasa ibamu, memandangku sebagai gadis yang bertahan dengan cinta sendirian.
Tidak, aku juga tidak mau kau kembali, membawa angan atau harapan dari dirimu yang bodoh itu. Aku hanya ingin kekuatanku kembali. Kekuatan yang kau rebut dan hancurkan entah bagaimana caranya itu.

Aku ingin jatuh cinta lagi, tentu saja bukan denganmu.
Ada beberapa hati yang memberiku jarak untuk mendekat, tapi suaramu yang mengelukan kalimat itu seolah menggema, membuat bayang-bayang tentang jatuh cinta adalah hal paling mengerikan di dunia.

Kembalikan diriku yang dulu,
lalu kau boleh pergi.
Hilang,
atau mati sekalian.

Aku tidak apa-apa.