Saturday, March 16, 2013

Dia Tidak Mencintaiku, Aku Tahu Itu

“ Orang yang kau sukai tak akan pernah mencintaimu juga sampai kapanpun. Walaupun kau menyatakan perasaanmu secara langsung padanya ataupun memohon padanya untuk mencintaimu kembali.” November, 2010
Aku masih ingat betul bagaimana pesan itu masuk ke ponselku saat aku dalam perjalanan pulang ke rumah dari sekolah. Membuatku tercengang akan tulisan yang tertera di layar ponselku itu. Apakah dia tahu siapa yang aku cintai?  Pada akhirnya, dia mengatakan padaku bahwa ia tahu siapa orang yang kucintai. Dia.
Setelah itu, hubungan kami sudah tidak dikatakan baik-baik saja. Seminggu dia tak mau menyapaku, tak mau memandangku barang sedetik, tak mau duduk di sampingku lagi. Sampai akhirnya seminggu kemudian dia mulai mau menyapaku lagi. Mungkin dia lupa dengan kejadian seminggu lalu itu. Tapi, kejadian itu merubah kami. Kami bukan yang dulu lagi.
Kami setelah kejadian itu menjadikan kami memiliki sebuah jarak. Jarak yang ku tahu adalah jarak perasaan kami. Aku mencintainya dan dia tidak. Aku mengharapkannya dan dia tidak. Seperti yang sudah dia katakan, dia tak akan pernah mencintaiku. Jarak hati dan jarak perasaan kami yang jauh melebihi jarak antara Indonesia-Korea.
Kami berubah dan aku tahu itu. Bukan kami, tapi perasaanku yang berubah menjadi cinta dan dia yang berubah menjadi tidak lagi dekat denganku lagi. 
Satu hal, pertanyaanku yang menyelinap di hatiku, siapa yang memberitahunya bahwa aku mencintainya?

2 tahun lebih 4 bulan kemudian

Aku duduk di depan laptopku sembari menuliskan beberapa kata yang tertumpuk menjadi kalimat-kalimat mengenai aku dan dia. Dia yang kini tak ada di sisiku lagi. Ini jauh lebih menyedihkan dibandingkan aku ingat pesannya waktu itu. Dia memang tidak mencintaiku, aku tahu itu. Tapi ini lebih sulit, dia sudah tidak ada di sisiku lagi. 
Dulu, walau kami tak sedekat biasanya, setidaknya aku masih bisa melihatnya dari jauh. Dari jarak yang bisa ku manfaatkan. Dari jendela kelas, dari koridor kelas yang mempertemukan kami, dan halaman sekolah yang menjadi tempatku memperhatikannya diam-diam.
Kini, kami bahkan tidak dalam kota yang sama lagi.  Aku tak tahu apa yang dia lakukan lagi. Aku tak pernah bisa memperhatikannya lagi. Jarak. Sekali lagi jarak memisahkan kami.
Tuhan, mengapa jarak antar kami begitu jauh? Jarak tinggal maupun jarak rasa. Kami jauh. Aku tahu itu.
Sebuah memori berputar lagi di otakku layaknya roll film. Bagaimana pesan itu muncul di layar ponselku. Kenyataan terpahit yang pernah ku alami. Layaknya penolakan walaupun aku tak menawarkan apapun.
Dia tidak mencintaiku. Tidak pernah, katanya. Walaupun aku mengatakannya dia tak pernah mencintaiku, katanya. 
Tapi aku mencintainya. Selalu, kataku. Walaupun dia menolakku untuk mencintaiku, kataku. Aku tetap mencintainya, bahkan sampai kapanpun ku kira. Sampai aku sudah tidak bisa menulis lagi.

Dia tidak mencintaiku, aku tahu itu. Aku mencintainya, dan dia tahu itu.

0 comments:

Post a Comment