Sunday, May 19, 2013

Duduk di Hadapanmu

Aku memilih duduk di hadapanmu dibandingkan duduk di sampingmu

Hari itu bukanlah hari pertama kau mengajakku pergi bersama. Tentu saja tidak berdua, bahkan pernah kau mengajakku pergi berdua dan aku justru mengajak orang lain untuk pergi bersama kita. Kita pergi bersama, bersenang-senang bersama, dan aku menatap sesuatu yang lain dari matamu.
Bisakah kau rasakan percikan rasa bahagiaku ketika kita bersama?
Matamu berbeda dari biasanya dan aku menemukan sebuah kebahagiaan tercipta dari matamu dan wajahmu juga gerak tubuhmu. Aku kira kau bahagia karena aku. Aku kira aku penyebab senyum manismu yang terpajang sepanjang hari itu. Aku kira. Aku kira. Hanya perkiraan, bukan?
Aku sadar kemudian bahwa aku bukan penyebab sinaran matamu itu. Bukan aku. Tapi dia. Benarkah? Mata kalian berbeda, boy. Aku bisa membacanya. Sinarnya sama dengan sinarku. Bedanya, sinarku tak bisa terpantulkan tapi berbias tak berbekas.
Kami pergi bertiga;aku, kamu, dan dia. Lucu sekali rasanya. Sesaknya mulai terasa, boy. Aku hanya tak bisa melihatmu dengannya. Kenapa bukan aku penyebab dari sinar matamu itu? Kenapa?
Kami berhenti di sebuah kedai makanan. Mengunjungi sebuah meja untuk bertiga. Seakan sejalan, aku memilih sebuah kursi yang sendirian di hadapan kursi yang berdua. Aku tidak tahu kenapa aku memilih itu. Lalu duduklah kau dan dia di hadapanku.
Sesaat aku menyesal. Kalian lebih sibuk bercengkrama berdua dan mengabaikanku. Haruskah aku jadi satu-satunya orang yang terabaikan?
Aku menatapmu terus-terusan;tentu saja kau tidak menyadarinya. Senyum simpul ku ciptakan di hatiku. Aku bahagia memilih tempat ini karena di tempat ini aku bisa menatapmu sepuasnya. Aku bahagia untuk duduk di hadapanmu.
Kau menatapku sesaat. Mencoba membuatku masuk diantara garismu dan garisnya. Tapi aku tahu, aku sedang melakukan kesalahan.
Rasanya salah untuk menjadi terlihat seperti orang ketiga. Tapi kalian sendiri tidak memiliki status yang jelas, kan? Lalu aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan hatimu, kan?
Aku menatap kalian yang sibuk bercengkerama lagi. Aku hanya diam di hadapanmu. Kenapa tadi tidak ku pilih saja kursi itu? Kenapa tidak ku pilih saja duduk di sebelahmu? Kenapa aku harus memilih duduk di hadapanmu?

Jika aku memilih duduk di sebelahmu, aku tidak bisa puas memandang wajahmu, tuan.
Maka aku memilih duduk di hadapanmu agar bisa puas memandang wajah bahagiamu itu. 
Jika aku memilih duduk di sampingmu, aku tidak tahu ekspresi yang sedang kau sembunyikan, tuan.
Maka aku memilih duduk di hadapanmu agar aku bisa tahu segala ekspresi yang kau ciptakan.
Karena aku lebih memilih duduk di hadapanmu, yang kemudian hanya bisa menatap segala yang kau sedang lakukan.
Karena aku lebih memilih duduk di hadapanmu yang kemudian sadar kau bisa bahagia di hadapanku walaupun bukan aku yang mendampingimu.
Kau boleh bahagia meski bukan aku yang ada di sampingmu, tuan. Tapi tolong biarkan aku ada di hadapanmu untuk menatap segala yang kau lakukan dan membaca apa yang sedang kau rasakan. 
Jangan segan bercerita jika orang yang ada di sampingmu menyalahgunakanmu, tuan. 
Aku setia menanti di hadapanmu.
Kemudian, tataplah masa depanmu yang ada di hadapanmu, tuan;bukan yang ada di sampingmu.

0 comments:

Post a Comment