Title : Mentariku Datang Lagi
Author : Minhyuk’s Anae
Length : Oneshoot
Genre : Romance
Rating : Teenager
Main Cast :
-
Park Seo Hee (OCs)
-
Kang Min Hyuk
-
Choi Jun Hong ( Zelo B.A.P)
-
Other Cast
Disclaimer : Author’s Real imagination
Note : I’m back! Re-post : minhyukanaefanfic.wordpress.com
don’t forget to RCL! *wink*
Summary :
Ketika aku dan kamu
tak pernah menjadi kita.
Ketika aku dan kamu
yang tak pernah bisa selaras.
Ketika dia yang
datang dan membuatku lupa.
Ketika kau datang
lagi dan membuatku setengah frustasi.
-***-
Park Seo Hee’s POV
Mataku menatap lekat lelaki
bertubuh tegap dengan tuxedo abu-abunya yang menampakkan ketampanannya.
Memuaskan mataku sampai waktunya habis. Sampai waktuku habis untuk menatapnya.
Memoriku berputar layaknya roll film mengingat semua kenangan yang
pernah ku alami dengan lelaki itu. Tertawa lepas ketika aku benar-benar masih
di sampingnya. Bersenda gurau dengan secercah kebahagiaan yang terselip di
dalamnya. Kemudian ingatanku sampai pada saat itu. Saat dimana harapanku terlukai
segalanya. Harapanku yang mengatakan dia mencintaiku juga dibantah keras dengan
kenyataan dia bersama yang lain. Kemudian kami jauh, tak pernah sedekat dulu
lagi. Kemudian waktu berjalan semakin cepat hingga akhirnya kini dia harus
pergi.
Matanya membalas mataku tajam.
Meski kurang dari semenit tapi efek sampingnya lebih dari satu menit. Hatiku
berguncang. Antara senang dan sedih ku rasakan dalam satu kesempatan.
“ Hei.” Suatu tangan menyentuh
pundakku lembut. Membuatku memalingkan pandanganku dari lelaki bertubuh tegap
itu.
“ Oh, hallo Youngie.” Sapaku pada
sahabat dekatku yang sekarang duduk di sebelahku. Menatap lurus panggung megah
di depan kami yang bertuliskan “ Pelepasan
Siswa kelas XII Paran High School ”
“ Selamat sudah diterima di
Fakultas Kedokteran Kwanghee Univercity.” Ucap Boyoung mengulurkan tangannya
padaku. aku tersenyum,
“ Gomawoyo.” Ucapku. Boyoung tersenyum lalu matanya bergerak lurus ke
arah panggung lagi.
Hatiku sesak seketika menyaksikan
siapa yang ada di depan. Lelaki itu sudah duduk di kursi belakang drum bersiap
untuk menabuhnya. Tuhan, aku bahkan tak sanggup melihatnya lagi. Aku akan
merindukannya beserta permainan drumnya itu.
Tiba-tiba Boyoung menyentuh
pundakku dan mengusapnya pelan. Memberi isyarat agar hatiku tenang. Aku
menatapnya,
“ Jangan lihat dia kalau itu akan
membuatmu menangis.” Ucap Boyoung padaku. Aku menggeleng,
“ Kapan lagi aku akan melihatnya
jika bukan hari ini, Youngie?”
-***-
Flasback
Aku menatap lelaki yang ada
disampingku. Dia sedang asyik dengan Nintendo
yang ia mainkan. Sepertinya sadar aku sedang menatapnya, dia mengalihkan
pandangannya ke arahku,
“ Kenapa?” Tanyanya manis.
“ Tidak.” Jawabku malu. Dia
mengusap kepalaku pelan. Manis. Ya, semanis harapanku selama ini padanya.
Tolong katakan padaku siapa yang
tidak jatuh hati pada lelaki semacam dia. Lelaki yang akan membangunkanmu
setiap pagi lewat telepon, menanyakan keadaanmu setiap saat, memperhatikanmu
sedetail mungkin, mengucapkan selamat tidur setiap malamnya. Tapi ingat, dia
bukan pacarmu melainkan sahabatmu.
Tolong ingatkan aku bahwa aku
memang sudah masuk friendzone. Dimana
aku jatuh hati pada sahabatku sendiri. Mungkin ada benarnya pepatah orang yang
bilang “ Cinta Datang Karena Terbiasa ” dan aku membuktikannya sendiri. Tapi
sekali lagi, siapa yang tidak jatuh jika lelaki itu selalu memberi harapanmu
seperti itu?
Mungkin aku sudah melayang
terlalu tinggi hingga lupa dan terjatuh tiba-tiba. Aku kira dia mencintaiku
juga. Aku kira dia punya rasa yang sama. Aku kira dia mengukir namaku juga di
hatinya. Aku kira….dan terlalu banyak kira pada hidupku sekarang ini.
Aku jatuh tiba-tiba mengetahui
aku bukan orang yang dia cinta.
“ Kita hanya bersahabat, bukan?”
Pernyataan itu cukup menyayat
hatiku sesaat setelah seorang gadis menghampirinya dan mempertanyakan
perasaannya padanya. Aku hanya mengangguk kala itu karena senyatanya memang
seperti itu. Kami hanya bersahabat dan tak ada hubungan apa-apa.
Setidaknya setelah itu lelaki itu
memiliki hubungan khusus dengan gadis tadi. Otomatis, perhatiannya bukan
padaku. Otomatis, kami sudah bukan seperti yang dulu. Otomatis, hubunganku
berhenti disitu saja.
Orang bilang lelaki semacam itu
disebut Pemberi Harapan Palsu. Entah
bermaksud membelanya atau tidak, atau entah bermaksud menyalahkan diriku
sendiri. Senyatanya aku menarik kesimpulan bahwa tidak ada pemberi harapan
palsu di dunia ini jika tidak ada yang merasa besar kepala duluan. Mungkin saja
kita yang merasa ditinggikan sehingga tercipta secercah harapan padahal
sebenarnya kita masih pada posisi yang sama. Lalu timbul rasa sakit ketika kita
sadar dan membuat kita seolah terjatuh dari lembah yang tinggi bernama harapan.
Dia adalah mentariku selama ini. Mentari yang bersinar terang dan senyatanya
sinarnya bukan hanya untukku.
Hubunganku semakin hancur tatkala
pembicaraan itu merebak. Rahasiaku yang ku simpan dua tahun merebak begitu
saja. Aku mencintainya dan dia langsung percaya. Entah siapa yang membuat
rahasia itu terbongkar. Senyatanya setelah itu dia tak pernah mau memanggil
namaku lagi, dia tak pernah mau bicara denganku lagi, dia tak pernah mau
bersamaku lagi. Dia dan aku layaknya sepasang yang tak pernah mengenal satu
sama lain.
Aku berjalan mengitari sekolah
sampai akhirnya menemukan sepasang kekasih yang sejak awal hubungannya tak
pernah aku inginkan. Matanya menatapku tajam membuatku seakan takut dan
spontanitas menundukkan wajahku. Aku mempercepat langkah sebelum sebuah suara
memberhentikan langkahku,
“ Seo Hee-ya!” Langkah kaki itu
mempertegas kedatangannya. Membuatku mengangkat wajahku dan tercengang untuk
menyadari dia ada di dekatku lagi.
3 bulan 10 hari dia sudah tidak
pernah menganggapku ada dan kini dia datang memanggil namaku.
“ Minggu depan aku akan pergi ke
Amerika dan tidak tahu apakah masih ada kesempatan untuk kembali ke Korea atau
tidak. Simpan ini. Jangan hilang, ne?”
Ujarnya memegang tanganku dan memberiku sebuah gantungan kunci kecil dengan
bentuk menyerupai gadis dengan mata almond dan rambut lurus terjuntai cukup
panjang, mirip denganku. Lalu dia pergi sebelum aku menjawab apa-apa.
Amerika? Minggu depan? Artinya
itu adalah satu hari setelah hari pelepasan.
Aku menatap gantungan kecil di
tanganku dan melanjutkan perjalananku menuju kelas.
Flashback Off
Aku mengitari seluruh sekolah
ketika acara selesai. Mencari lelaki tersebut untuk sekedar mengucapkan salam
perpisahan. Mungkin sekaligus mengatakan sebuah perasaan. Aku tak mau terlalu
lama memendam dan aku harus segera mengungkapkannya.
Aku tak berhasil menemukannya.
Sampai aku bertanya pada temannya,
“ Yonghwa-ya, apa kau melihat
Minhyuk?” Tanyaku kepada Yonghwa.
“ Minhyuk? Bukankah dia sudah
pergi ke Amerika pada pukul sepuluh?” Yonghwa justru bertanya padaku. Pergi?
“ Bukankah tadi dia masih bermain
drum saat kalian tampil?” Tanyaku lagi.
“ Ya dan setelah itu dia langsung
ke bandara. Pesawatnya take off pada
pukul sepuluh jadi dia buru-buru pergi.” Jawab Yonghwa.
“ Memangnya kenapa Seo Hee-ya?”
Tanya Yonghwa saat melihat perubahan ekspresi wajahku.
“ Aaa aniyo. Yasudah, terima kasih Yong!” Ujarku dan meninggalkan
Yonghwa.
Hatiku rasanya terpukul habis.
Aku belum sempat mengucapkannya. Belum sempat mengucapkan salam perpisahan
dengannya juga. Dia..akankah kembali ke Korea?
Tuhan, bagaimana jika aku selalu
menyimpan perasaanku padanya disaat dia tak pernah kembali?
-***-
3 Tahun Kemudian
Minhyuk, apa kabarmu sekarang?
Baik-kah disana? Aku harap baik selalu dan selamanya.
I bissoriga ni moksorinji
Nal bureuneun sorinji, naman neol saenggakhani
I biga nareul wirohaejulkka
Ireon nae mameul alkka? Jakku niga saenggangna
Petikan gitar dan lantunan sebuah
lagu membuatku sadar dari lamunanku, menatap aneh seorang lelaki yang masih
bernyanyi dan tersenyum kepadaku.
“ Sudah berapa kali aku bilang
kau tak pantas menyanyikan lagu ballad,
Jun Hongie?” Ucapku membuatnya menghentikan permainan gitarnya. Menatapku tajam
seakan tak terima dengan pernyataanku barusan.
“ Sudah berapa kali aku bilang
tak baik melamun sendirian di taman kampus seperti ini?” Ujarnya membalas perkataanku.
Aku hanya terkekeh pelan yang disambut kekehannya.
“ Kau tahu, aku bermaksud
menghiburmu dengan lagu tadi.” Ujarnya sambil mengetuk-ketukkan jemarinya di
gitar akustiknya.
“ Tapi, eum, setidaknya wajahmu
tak cukup pantas menyanyikan lagu ballad,
Hongie.” Ucapku pelan.
“ Yak! Mana ada pantas tidaknya
orang bernyanyi hanya karena wajah! Yak!” Dia mengumpat tak terima dengan
perkataanku barusan.
“ Hahahaha! Aku hanya bercanda!”
Ujarku dan mengulurkan lidahku dan memandang Jun Hong yang terlihat kesal.
“ Tapi apakah wajahku memang
seperti itu?” Tanyanya tiba-tiba membuatku semakin tertawa.
“ Sedikit.” Jawabku.
“ Syukurlah setidaknya pagi ini
aku bisa melihatmu tertawa meski karena menertawai wajahku. Memikirkannya
lagi?” Tanya Jun Hong membuatku terkesiap dan diam.
Jun Hong tau tentang kisahku dan
Minhyuk. Ya, dia Choi Jun Hong. Sahabat baruku saat masuk kuliah. Seorang
laki-laki yang baik menurutku. Setidaknya dia memang salah satu tempat untukku
berkeluh kesah.
Aku mengangguk.
Lama kami terdiam sampai Jun Hong
kembali membuka suaranya.
“ Apakah kisah cinta pertama
selalu seperti itu?” Tanya Jun Hong dengan suara pelan nyaris tak terdengar.
Mata kami bertemu.
“ Entahlah. Aku sendiri tak tahu
kisah cinta pertama orang lain. Memangnya kau tak punya cinta pertama?” Tanyaku
masih menatap Jun Hong.
“ Punya. Tapi aku tak yakin.”
Jawabnya.
“ Kenapa?” Aku semakin penasaran
akan ceritanya. Senyatanya selama kurun waktu 2 tahun aku mengenalnya memang
aku tak pernah banyak mendengar soal kisah cintanya.
“ Entahlah. Ah, sudah kenapa jadi
membahas tentangku?” Tanyanya.
“ Aaaa, Hongie! Kau harus
bertanggung jawab membuatku penasaran! Ayo, cerita!” Pintaku.
“ Shireo!” Tolak Jun Hong.
“ Yak, Hongie! Sedikit saja aku
ingin mendengarnya! Jebal….. siapa
tahu aku bisa kasih solusinya.” Pintaku.
“ Mana ada orang susah move on konsultasi kepada orang susah move on juga?” Sindir Jun Hong cukup
menyodok hatiku. Aku menatapnya.
“ Aaaaa Jebal Hongie! Ayo cerita padaku!” Pintaku keras.
“ Sedikiiiiit saja.” Pintaku lagi
sambil menarik tangannya.
“ Baiklah. Sedikit saja, ne?” Aku mengangguk mantap dan Jun Hong
memulai kisahnya,
“ Namanya Ahn Hye Jung. Dia
cantik, baik, dan ramah pada semua orang. Dia dekat denganku dan menjadi salah
satu sahabatku. Sampai akhirnya mantan kekasihnya yang bernama Jung Byung Hee
datang dan kembali memaksanya untuk kembali. Lalu dia memintaku untuk menjadi
kekasih palsunya.”
“ Hari demi hari berjalan
sehingga seluruh sekolah mengetahui bahwa aku adalah kekasih Hye Jung. Meski
hanya kami dan Tuhan yang tahu bahwa sesungguhnya semuanya hanya pura-pura.
Lama-lama rasa itu tumbuh juga. Aku mulai mencintainya. Saat aku berniat untuk
mengatakannya, dia tiba-tiba kembali kepada Byung Hee.” Aku hanya terdiam
mendengarkan cerita Jun Hong.
“ Setidaknya kau laki-laki
Hongie. Kapanpun kau ingin mengutarakan perasaanmu, kau bisa langsung
mengutarakannya. Tapi aku perempuan. Lingkupku terbatas.” Ucapku sedikit
berkomentar.
“ Setidaknya seluruh manusia
berhak mengutarakan perasaannya.” Jawab Jun Hong.
“ Lalu…apa kau masih menyimpan
perasaan padanya hingga sekarang?” Tanyaku.
“ Mollaseo. Hoksi.” Jawab
Jun Hong.
Entahlah, apa yang membuatku
seperti ini. Yang pasti terdapat kekecewaan saat Jun Hong bilang mungkin dia
masih mencintai gadis itu. Oh, apa yang kau pikirkan Seo Hee? Cemburu-kah?
Setidaknya pelajaranku saat
dengan Minhyuk cukup membuatku sadar untuk tidak terlalu mudah jatuh hati. Tapi
senyatanya aku memang sulit untuk jatuh hati. Terlebih jika berurusan dengan
Minhyuk.
Lalu apakah aku mulai membuka
hatiku untuk Jun Hong? Lalu apakah artinya aku akan melupakan Minhyuk? Lalu aku
terjebak friendzone lagi? Lalu…aku
takut jatuh lagi.
“ Apa yang sedang kau pikirkan?”
Pertanyaan Jun Hong membuyarkan lamunanku lagi.
“ Ani. Hongie, aku lapar.”
“ Ayo, kita cari makanan!” Ajak
Jun Hong menarik tanganku.
-***-
Aku memejamkan mataku dan entah
apa yang sedang ku pikirkan. Yang pasti tiba-tiba wajah Jun Hong dan Minhyuk
datang bersamaan. Oh, benarkah? Semudah ini? Melupakan Minhyuk?
Mataku menatap gantungan kunci
itu. Warna dan ukirannya masih tertata rapi dan apik. Aku selalu menyimpannya
di dompetku. Aku berbicara pada benda itu layaknya orang gila. Menganggap bahwa
dengan berbicara dengannya lalu Minhyuk bisa mendengar semua kata hatiku.
“ Hyukkie, apa kabar? Hyukkie,
apa aku jatuh cinta lagi? dan sama Jun Hong? Yang benar saja! dia bukan tipeku!
Tipe idealku hanya dirimu. Tapi, apakah ini jawaban Tuhan bahwa kita memang
tidak berjodoh?”
“ Hyukkie, bagaimana jika aku
mengharapkan Jun Hong? Apakah harapannya akan membuatku sakit lagi? Apakah Jun
Hong punya rasa yang sama sepertiku? Hyukkie, aku takut sakit lagi.”
“ Hyukkie, tapi Jun Hong masih
suka dengan cinta pertamanya. Layaknya aku yang masih menyukaimu. Hyukkie, aku
tak tahu bagaimana dalamnya cinta Jun Hong pada cinta pertamanya. Akankah
kehadiranku bisa merubah perasaannya?”
“ Hyukkie, tapi aku hanya ingin
denganmu. Kapan kau kembali? Satu tahun lagi? Lima tahun lagi? atau sepuluh
tahun lagi? Hyukkie, aku masih ingin menunggumu.”
“ Hyukkie, tapi kita memang tidak
selaras. Kini aku menjalani hidupku sendiri tanpamu begitu juga kau yang
menjalani hidupmu tanpa aku. Kita tak pernah selaras. Lantas, masihkah pantas
aku mempertahankan perasaan ini?”
“ Hyukkie, aku bingung. Aku
menyukai Jun Hong tapi cintaku hanya untukmu. Jika sebuah hati punya
persentase, maka 70% hatiku tetap menyerukan namamu. Hyukkie, aku lelah. Aku
lelah untuk tidak bisa melupakanmu.”
“ Hyukkie, aku rasa aku bertambah
gila setiap harinya. Aku gila untuk selalu mengharapkanmu. Aku gila karena
bertahan pada harapan diskriminan kurang dari nol. Harapan imaginer yang tak
bisa nyata. Harapan untuk kau kembali padahal aku tahu kau tidak akan kembali.
Hyukkie, bagaimana jika aku mati sebelum aku bertemu kembali denganmu?”
“ Hyukkie, aku mencintaimu.
Selalu.”
Air mataku sudah tumpah sedari
tadi. Terkadang aku menertawai nasibku yang seperti ini. Gila. Memang. Gila
karena Minhyuk. Hatiku serasa tak terima untuk membuka hati untuk yang lain.
Padahal bertahan pada Minhyuk membuat otakku semakin bergeser. Logikaku semakin
menghilang dimakan perasaan.
Terkadang aku lelah akan
perdebatan otak dan hatiku yang tak pernah selaras. Sama seperti perasaanku
kepada Minhyuk yang tak pernah selaras. Aku……….terlalu susah untuk melupakan.
-***-
Pagi ini, tidak biasanya, Jun
Hong menjemputku untuk berangkat kuliah bersama.
“ Yak, Hongie. Tumben sekali.”
Ujarku sambil menaiki motor milik Jun Hong.
“ Sekali-kali. Lagipula kau
senang kan? Gratis.” Jawab Jun Hong.
“ Hahaha! Kau benar sekali!”
Ucapku menepuk pundak Jun Hong.
“ Ok, ka!” Ujarku dan Jun Hong mulai mengendarakan motornya.
Akhir-akhir ini rasanya aku
bertambah nyaman dengan Jun Hong. Aku rasa aku memang menyukainya. Aku juga
cemburu ketika melihat Jun Hong dekat dengan teman-teman perempuannya yang
lain.
Kurasa perkembanganku cukup
pesat. Ya, setidaknya aku tak mau terpuruk terus-terusan. Oh, aku memang labil.
Sedetik aku berpikir untuk bertahan lalu sedetik kemudian aku berpikir untuk
meninggalkan. Yang pasti, aku ingin membuka sebuah lembar hidup yang baru.
Bagaimana bisa aku bertahan pada
situasi yang membuatku selalu berharap pada ketidakpastian layaknya delta x?
“ Mau makan
siang bersama?” Ajak Jun Hong saat kelas ginekologi baru saja selesai.
“ Ide yang bagus. Makan dimana?
Aku bosan dengan makanan di kantin.” Ujarku. Jun Hong terlihat sedang berpikir,
“ Aku tahu tempat makan yang
bagus!” Ucap Jun Hong.
Kami sampai di sebuah restoran
yang terletak cukup jauh dari Seoul. Dekat pantai dan cukup menyejukkan.
“ Kenapa kau membawaku kesini?”
Tanyaku.
“ Katanya kau bosan dengan
makanan kantin kan? Setidaknya kita bisa refreshing
disini. Bosan juga dengan tempat makan di Seoul.” Jawabnya. Aku hanya
mengangguk menuruti.
“ Ayo masuk.” Ajak Jun Hong.
“ Mau makan apa?” Tanya Jun Hong
sambil membuka-buka menu makanan disini.
“ Aku ingin tteokbeokki udang dengan minumnya air mineral.” Jawabku.
“ Jauh-jauh kesini cuma makan tteokbeokki?” Tanya Jun Hong mendekat ke
arahku sambil berbisik.
“ Tapi aku sedang ingin tteokbeokki…” Ujarku dengan wajah sok
polos hehehehe.
“ Yasudah, tteobeokki udang 1 dan kimchi
jjigae 1 lalu minumnya air mineral 2.” Ujar Jun Hong pada pelayan
restorannya.
Kimchi jjigae. Makanan kesukaan Minhyuk.
“ Kenapa?” Tanya Jun Hong
melihatku menatapnya. Aku menggeleng.
“ Seo Hee-ya, kau pernah bilang
padaku bahwa laki-laki punya hak yang lebih besar untuk menyatakan perasaannya,
ne?” Aku mengangguk.
“ Lalu kau juga pernah bilang
kalau laki-laki bisa mengutarakan perasaannya kapan saja, dimana saja, tanpa
harus malu-malu, ne?” Aku mengangguk
lagi.
“ Kalau begitu, aku mau bilang..
Seo Hee-ya, aku mencintaimu.” Ujar Jun Hong dengan wajah polosnya yang kontras
dengan wajahku yang terbelalak bukan main mendengar pernyataannya.
“ Aku tahu kau masih menyayangi
dan mengharapkan Minhyuk. Aku tahu aku bukan tipemu. Aku tahu mungkin kau tidak
mencintaiku. Tapi, bolehkah kau beri aku kesempatan untuk membuatmu melupakan
Minhyuk? Setidaknya ayo kita lupakan Minhyuk dan Hye Jung. Ayo kita buat
lembaran baru.” Ujar Jun Hong serius.
“ Hongie, aku baru percaya kalau
kau bisa jadi dewasa seperti itu.” Ujarku polos membuat Jun Hong melengos.
“ Seo Hee, bolehkah aku
menggantikan posisi Minhyuk di hatimu?” Tanya Jun Hong lebih serius. Membuat
hatiku dihujam beberapa pertanyaan.
Kalau aku jawab iya….tapi Minhyuk
tidak bisa digantikan.
Kalau aku jawab tidak….maka akan
ada hati yang tersakiti. Termasuk hatiku sendiri.
Spontanitas aku mengangguk,
“ Ya, dan aku juga mau
menggantikan posisi Hye Jung di hatimu.” Jawabku membuat Jun Hong memancarkan
sebuah senyum. Senyum yang akan bersinar di hatiku mulai sekarang.
Jun Hong memegang tanganku,
“ Saranghae.”
3
tahun 3 bulan 20 hari, aku menemukan pengganti Kang Minhyuk. Namanya Choi Jun Hong.
-***-
1 Tahun Kemudian
Aku sedang membereskan
apartementku dan kembali menemukan gantungan kecil itu. Aku tersenyum
menatapnya,
“ Hyukkie, apa kabar? 4 tahun
kita tidak bertemu ya? Wah, cukup lama juga.”
“ Hyukkie, sekarang aku bukan
perempuan pecinta satu sisi lagi. Aku sudah punya pacar namanya Choi Jun Hong.
Dia tampan dan manis. Lebih kekanak-kanakkan darimu. Hyukkie, yang terpenting,
aku bisa melupakanmu!!!”
Aku berlari kecil menuju lobby apartementku. Terlihat Jun Hong
sudah duduk manis di atas motornya.
“ Maaf, sudah lama menunggu? Aku
bangun kesiangan.” Ujarku sedikit terengah.
“ Tidak, baru 10 menit kok.
Santai aja. Maaf, aku lupa membangunkanmu.” Jawabnya. Aku mengangguk.
“ Ayo naik.” Perintah Jun Hong
dan aku menurutinya.
Aku sedikit heran dengan keadaan
kampus hari ini. Terasa lebih ramai.
“ Min Young-ssi, kenapa ramai
sekali?” Tanyaku pada Shin Min Young.
“ Ada mahasiswa baru di Fakultas
Management, Seo Hee-ssi.” Jawab Min Young. Aku mengangguk.
“ Dari Amerika.” Lanjut Min Young
dan berlalu meninggalkanku dengan Jun Hong.
“ Ada mahasiswa baru aja ramai
begini. Sepertinya aku baru tahu mahasiswa kampus kita seperti ini, Hongie.”
Ujarku dan Jun Hong hanya mengangguk-angguk.
Langkahku terhenti begitu
menyadari ada sepasang mata yang menatapku tajam sekarang. Mata yang sangat ku
kenal. Minhyuk.
“ Kenapa?” Tanya Jun Hong yang
ikut berhenti di sampingku. Aku menggeleng dan meneruskan langkahku.
Kenapa dia kembali? Dan kenapa
hatiku bimbang lagi?
Jun Hong menatapku aneh.
Membuatku berhenti menulis catatan yang tadi ditinggalkan Jo Seonsaengnim.
“ Kau, gwaenchanhayo?” Tanya Jun Hong memegang keningku.
“ Gwaenchanhayo. Wae?”
“ Kau aneh hari ini. Apa sedang
ada masalah?” Tanya Jun Hong lagi. Aku menggeleng dan tersenyum,
“ Aku baik-baik saja.” Jawabku.
Jun Hong hanya mengangguk.
“ Kalau ada masalah cerita, ne?” Aku mengangguk sebagai jawaban.
Kang Minhyuk gila! Kenapa dia
harus kembali? Kenapa dia harus kembali disaat aku sudah bersama Jun Hong?
Kenapa hatiku berdebar lagi?
Kenapa mataku menatapnya lagi? Kenapa siratan rasa itu kembali lagi? Kenapa?
Dulu, aku memang berharap dia
kembali. Tapi sekarang, bagaimana dengan Jun Hong? Arrgh!
Aku melangkahkan kakiku ke
parkiran motor menuju motor Jun Hong. Tadi Jun Hong pergi sebentar dengan
Yongguk Oppa dan aku disuruh menunggu di parkiran motor.
Aku menarik nafasku dalam ketika
menemukan sepasang mata itu lagi.
“ Masih ingat padaku?” Tanyanya
yang datang menghampiriku. Aku menatap wajahnya,
“ Tentu saja, Kang Minhyuk-ssi.”
Jawabku.
“ Sejak kapan kau memanggilku
‘Minhyuk-ssi’? Aku merindukan panggilan ‘Hyukkie’ darimu.” Jawabnya sambil
memamerkan senyum khasnya.
Hyukkie, tolong jangan tersenyum kepadaku.
“ Sejak kau pindah ke Amerika.”
Jawabku santai.
“ Kapan kau kembali?” Tanyaku.
“ 3 hari yang lalu.” Jawab
Minhyuk singkat. Aku hanya mengangguk-angguk. Ku harap, Jun Hong tidak datang
sekarang.
“ Senang bisa bertemu denganmu
lagi.” Ucapnya seraya tersenyum dan mengelus kepalaku lembut. Membuatku diam
mematung.
Rasanya, terakhir kali dia
seperti ini padaku itu sebelum dia berpacaran dengan Lee Gi Young.
“ Apa kau tak senang bertemu
denganku lagi?” Tanyanya sambil menatapku.
“ Aku juga senang bertemu
denganmu.” Jawabku membalas senyumnya. Senyum kepura-puraan.
I pretend to smiling, Hyukkie. Just pretend. I lie to my self. I can’t
smile now. I can’t smile to see you again in wrong time. Hyukkie, why you have
to come back when I have forgotten you?
“ Aku duluan, Seo Hee-ya. Apa
nomormu masih yang lama? Hubungi aku. Nomorku juga masih tetap seperti yang
dulu.” Jawabnya mengusap kepalaku lagi dan kemudian pergi.
Samar-samar aku melihat Jun Hong
datang. Syukurlah, dia datang disaat Minhyuk sudah pergi. Setidaknya kini aku
merasa jahat untuk mengatakan, aku belum bisa melupakan Minhyuk sepenuhnya.
“ Sudah lama menunggu? Mianhae.” Ucapnya sedikit ngos-ngosan.
“ Gak apa-apa.” Jawabku sambil
mengelap keringatnya dengan tissue. Jun Hong tersenyum. Senyumnya kini
membuatku miris.
-***-
Rasanya, kini aku menyimpulkan
sesuatu. Melupakan memang mudah, seperti aku yang mudah berpindah hati dari
Minhyuk ke Jun Hong. Namun bekasnya tak mudah hilang. Seperti aku kini, bekas
rasaku untuk Minhyuk masih ada. Jelas terasa.
Aku menutup mataku dan merebahkan
tubuhku ke atas ranjang. Melepaskan lelah dan penatku sepanjang hari.
Aku berpikir, mimpikah? Mimpikah
aku untuk bertemu kembali dengan Minhyuk?
Cintaku untuknya masih ada. Jelas
sekali. Bahkan melihat matanya aku semakin jatuh ke lubang itu. Bahkan bekas luka
yang dulu tak menjadi pertimbanganku untuk kembali berpikir masihkah aku
mencintai Minhyuk. Ya, aku memang masih sangat mencintai Kang Min Hyuk.
Lalu bagaimana Jun Hong? Jun Hong
aku tahu aku jahat. Jun Hong aku tahu aku akan melukaimu secepatnya. Jun Hong
aku harus bagaimana?
Tuhan, aku mencintai Jun Hong
tapi aku lebih mencintai Minhyuk. Tapi Minhyuk tidak mencintaiku.
Tuhan, aku akan melukai Jun Hong
jika caranya begini. Tuhan, ini masalah apa lagi? Tuhan, aku tak sanggup
melukai Jun Hong.
Tuhan, apakah aku harus melepas
Minhyuk? Sedangkan hatiku, selama lima tahun ini, ternyata selalu
mempertahankan Minhyuk.
Tuhan, apa yang harus ku lakukan?
Tuhan, inikah namanya kekuatan
cinta pertama? Yang dimana ketika dia datang kembali hatiku selalu berpaut padanya.
Aku terjebak padanya lagi.
5
tahun 6 bulan 10 hari. Minhyuk kembali lagi. Mentariku yang kembali bersinar
disaat aku sedang diterangi Rembulan.
-***-
Aku tahu mungkin Jun Hong
menyadari perubahan sikapku yang drastis. Aku memang sedikit tak banyak bicara
sekarang. Hatiku galau. Hatiku gundah. Aku mencinta kepada dua orang. Dimana
yang satu sulitku lepas sedangkan dia tak pernah bertahan. Sedangkan yang satu
selalu mempertahankanku dan tak pernah melukaiku sedalam lelaki yang terdahulu.
Jun Hong, tapi aku ingin
mencintaimu. Aku tak mau melupakanmu.
Tapi, Minhyuk belum tentu
mencintaiku juga kan?
-***-
“ Chagi, aku harus menemui Yongguk Hyung setelah kelas berakhir. Aku
tidak bisa mengantarmu pulang. Mianhae.”
Ucap Jun Hong kepadaku.
“ Gwaenchanha. Aku mengerti, Hongie.” Jawabku.
“ Mianhae.” Ucapnya lagi.
“ Iya.” Jawabku sambil mengusap
kepalanya.
“ Kau pulang naik apa?” Tanya Jun
Hong.
“ Taksi hehehe.” Jawabku sambil
tersenyum.
“ Mianhae.” Ucapnya berulang kali.
“ Sekali lagi kau meminta maaf
maka aku tak mau memaafkanmu.” Ucapku dibuat ketus.
“ Iya, yeoja galak.” Jawab Jun Hong sambil mencubit pipiku. Aku hanya
menjulurkan lidahku. Jun Hong tersenyum,
“ Yasudah aku duluan, ne?” Pamitku pulang. Jun Hong mengangguk
sambil melambaikan tangan kepadaku.
Aku berjalan menuju halte sebelum
sebuah tangan menarikku sedikit kasar. Membuat tubuhku hampir terjatuh. Aku
tersentak begitu menyadari siapa yang menarik tanganku.
“ Bisa kita bicara sebentar?”
Tanya Minhyuk masih menggenggam tanganku. Aku mengangguk.
“ Ku dengar, kau sudah memiliki
pacar ne?” Tanya Minhyuk disaat kami
sedang memesan makanan.
“ Iya. Kenapa?” Tanyaku balik.
“ Aniya. Hanya bertanya.” Jawabnya sambil tersenyum.
Harus aku akui, aku merasa
bermimpi untuk kembali bertemu dengannya dan duduk berdua dengannya lagi.
“ Wow, kau masih menyimpannya?”
Minhyuk memegang gantungan kunci itu saat aku mengeluarkan dompetmu.
“ Dulu kau bilang aku tak boleh
menghilangkannya bukan?” Ucapku seraya menatapnya.
Dia mengangguk,
“ Benar juga.”
“ Lantas, apa kau masih
menyimpannya juga?” Tanya Minhyuk. Aku mengerutkan dahiku,
“ Menyimpan apa?” Aku heran.
“ Menyimpan apa yang dulu orang
bicara antara kau dan aku.” Jawabnya.
Aku masih belum bisa mengerti apa
yang dia bicarakan. Aku berusaha mengingat dan mencerna kata-katanya barusan.
“ Apa kau masih menyimpan rasa
itu?” Minhyuk bertanya padaku lagi.
“ Apa aku masih punya kesempatan
untu mendapatkan rasa itu meskipun aku sudah jauh terlambat?” Tanya Minhyuk
lagi.
Kini aku mengerti apa yang dia
bicarakan. Astaga! Apakah dia baru saja memintaku untuk kembali padanya?
“ Maksudmu Hyukkie?” Tanyaku
memastikan apa yang otakku terima.
“ Masihkah kau mencintaiku?”
Tanya Minhyuk membuatku sangat amat mengerti maksudnya.
Layaknya disambar petir aku
terdiam dan terguncang. Rasanya aku ingin mati sekarang juga. Apa yang harus
aku lakukan?
Memilih Minhyuk tentu sangat
membuatku bahagia. Mengetahui Minhyuk adalah cinta yang selalu ku nanti. Tapi
melukai Jung Hon adalah sebuah kesakitan yang tak akan pernah mau ku lakukan.
Jung Hon sudah terlalu baik padaku. Menyembuhkan lukaku perlahan dan pantaskah
aku justru memberinya luka?
“ Tapi aku sudah punya namjachingu, Hyukkie.” Jawabku pelan.
“ Kembalilah padanya. Minhyuklah
cinta sejatimu selama ini, Seo Hee-ya.” Sebuah suara datang padaku membuat aku
dan Minhyuk menoleh ke sumber suara.
Disana terdapat laki-laki dengan
wajah manis sedang tersenyum ke arah kami. Ia mendekat dan menepuk pundakku.
Rasanya lidahku kelu untuk
sekedar berkata-kata. Jung Hon, apa kau katakan tadi?
“ Seo Hee-ya, kembali pada
Minhyuk dan itu akan membuatku bahagia selamanya. Setidaknya terima kasih sudah
menemani hari-hariku dalam kurun waktu 1 tahun belakangan ini. Aku tahu
Minhyuklah kebahagiaanmu. Dan aku tentu sangat tahu bahwa kebahagiaanmulah
kebahagiaanku.” Ujar Jun Hong mengelus kepalaku lembut sambil tersenyum. Air
mataku kini keluar dan aku memeluk Jun Hong. Sedangkan Minhyuk hanya diam di
tempatnya itu.
“ Hongie, aku tak mau melukaimu.”
Ujarku sambil menangis.
“ Siapa yang terluka? Aku tak
pernah merasa kau lukai. Kau harus tahu, kesempatanmu itu sekarang. Ketika kau
memilih bersamaku dan menolak Minhyuk lalu kau menyesal, apa kau kira kau tak
melukai dirimu sendiri? Apa dengan begitu kau kira aku akan tenang-tenang
saja?”
“ Kembalilah maka kau akan bahagia.
Kembalilah maka aku akan ikut bahagia. Kau tahu, takdir Tuhan tak akan pernah
ada yang menyangka. Mungkin takdirku bukan dirimu dan takdirmu adalah Minhyuk.”
Jun Hong melepas pelukanku. Mengusap air mataku pelan dan berjalan ke arah
Minhyuk.
“ Minhyuk-ssi, berjanjilah padaku
untuk selalu mencintainya. Berjanjilah padaku untuk tak pernah melukainya.
Berjanjilah pada dirimu sendiri kau akan terus menjaganya. Setidaknya, kau
harus tahu, dia sudah terlalu banyak menangis untukmu dalam kurun waktu 3 tahun
ini.” Ujar Jun Hong ke arah Minhyuk.
“ Aku berjanji. Kepada Tuhan,
kepada diriku sendiri, kepada Seo Hee, dan kepadamu. Aku berjanji untuk selalu
menjaganya. Yak, Seo Hee apa benar aku banyak membuatmu menangis?”
Aku menatap Minhyuk sedikit
sebal.
“ Iya. Dan kau harus tau Tuan
Kang. Aku hampir gila karenamu. Untung saja Jun Hong datang dan
menyelamatkanku.” Umpatku kesal.
Jun Hong tersenyum,
“ Pantaskah kalian bertengkar?
Hahaha berpeluklah dan jangan menyakiti satu sama lain, arachi?” Ucap Jun Hong.
“ Arasseo, Hongie.” Jawabku.
“ Hongie.” Panggilku disaat Jun
Hong mulai beranjak. Dia menoleh,
“ Kita masih tetap bersahabat
kan?” Tanyaku.
Jun Hong tersenyum,
“ Selalu dan selamanya.” Jawabnya
meninggalkan kami berdua.
Minhyuk menatapku,
“ Maaf sudah terlalu banyak
menyakitimu.” Ujarnya lalu memelukku. Aku hanya tak percaya ini nyata.
“ Hyukkie.”
“ Hmm?”
“ Apakah keadaan kita ini sama
seperti diskriminan lebih dari nol dengan angka rasional?”
“ Tentu saja. Setidaknya cintaku
padamu seperti kovalen non polar yang tak punya pasangan elektron bebas.
Cintaku terikat dan hanya tersisa untukmu.” Jawab Minhyuk sambil tersenyum.
-*****-
Prolog ( 2 tahun kemudian )
“ Jun Hong, kau jahat! Kau
melangkahi kami! Hyaaaa!!!” Omelku di pesta pernikahan Jun Hong.
Jun Hong hanya tertawa melihat
kelakuanku.
“ Minhyuk-ah, ku rasa Seo Hee
ingin cepat-cepat menikah.” Ujar Jun Hong ke arah Minhyuk.
Minhyuk menatap ke arahku,
“ Benarkah chagi? Kalau begitu ayo secepatnya kita menikah.” Goda Minhyuk.
“ Shireo! Aku mau ambil sarjana spesialis dulu baru menikah.”
Tolakku.
“ Ani. Aku akan menikahimu secepatnya. Kami sudah pantas menikah
bukan, Jun Hong-ah?” Goda Minhyuk sambil menarik lenganku.
“ Tentu saja kalian sudah sangat
pantas untu menikah hahaha.” Tawa Jun Hong.
Kalian tahu siapa istri Jun Hong?
Dia adalah Shin Bo Young teman sma-ku.
Aku bahagia mendapatkan cinta
pertamaku. Dan satu lagi, aku bahagia mendapatkan dua sahabat terbaikku
sepanjang masa, Boyoung dan Jun Hong yang ternyata sekarang bersatu ^^
Aku sudah mendapatkan kembali mentariku.
Mentari yang kini bersinar hanya untukku. Mentari yang membuat hatiku
bersenandung lagi. Mentari yang selalu menghangatkan sisi hatiku yang sudah
lama lembab tak bertepi.
-***-
0 comments:
Post a Comment