Title : Loving You
Author : Minhyuk’s Anae
Rating : T
Genre : Friendship, Romance
Length : Oneshoot
Main Cast :
-
Park Jiyeon
-
Kang Min Hyuk
-
Lee Jin Ki aka Onew
Support Cast :
-
Han Eun Ji (OCs)
-
Other cast
Disclaimer : From author’s imagination. Pure My Imagination.
Note : re-post minhyukanaefanfic.wordpress.com . Happy
reading! Don’t forget RCL~
----------------------------------------------***********------------------------------------------------------
Author POV
“ Jiyeonnie!” Teriak seseorang begitu
Jiyeon baru sampai pintu kelasnya yang baru. 2 IPA 1. Jiyeon tersenyum begitu
menyadari itu Eun Ji.
“ Kita sekelas lagi.” Lanjutnya
lalu memeluk gadis itu.
“ Benarkah?” Eun Ji memberinya
selembar kertas berisi absensi kelas. Jiyeon tersenyum mengetahui ia akan
sekelas lagi dengan sahabatnya ini.
Mata Jiyeon tertarik pada tulisan
berwarna merah pada absensi kelas. Kang
Min Hyuk. Sebuah nama yang cukup asing di telinganya. Mungkin siswa baru,
pikirnya dalam hati.
-***-
“ Nama saya Kang Min Hyuk, pindahan
dari Jepang. Kalian bisa memanggil saya Minhyuk. Senang berkenalan dengan anda
sekalian.” Ujar seorang namja yang Jiyeon
tahu memang murid baru di kelas.
Setelah perkenalan itu, namja tadi duduk di bangku yang tidak
terlalu jauh dari Jiyeon. Tiba-tiba Jiyeon menyadari sesuatu. Ada yang tidak
beres dengan namja itu, aish bukan
dengan namja itu tapi dengan
pemikiran Jiyeon tentang namja itu. Jiyeon
terus memperhatikannya.
“ Kamu kenapa? Gwaenchanhayo?” Tanya Eun Ji.
“ Gwaenchanha.” Jawab Jiyeon dan masih memperhatikan gerak-geriknya.
-***-
Jiyeon merebahkan tubuhnya
sejenak dan menutup matanya. Ingatannya melayang ke arah seorang laki-laki,
sahabat masa kecilnya, Lee Jin Ki. Ia pergi tepat 3 tahun lalu, pergi ke
Amerika bersama keluarganya. Jinki, apa
kabarmu sekarang?
Hari ini aku bertemu seseorang, Kang Minhyuk dan ia sangat mirip
denganmu, Jinki. Jinki apakah itu kamu? Sepertinya tidak karena Minhyuk tak
mengenaliku. Jinki kenapa setiap aku menatapnya aku selalu berpikiran itu
dirimu? Jinki kenapa rasanya sama? Jinki, aku merindukanmu.
Kurasa Minhyuk dan Jinki memiliki beberapa persamaan. Entahlah itu apa
tapi rasanya ada sesuatu yang sama dari mereka. Meski aku sadar betul Minhyuk
bukan Jinki.
Minhyuk, Jinki, Minhyuk, Jinki. Argh, kenapa ini membuatku gila?
-***-
“ Permisi, apa namamu Park Ji
Yeon?” Jiyeon menoleh,
“ Eh, iya, ada apa?”
“ Kim Seonsaengnim menyuruhku
menemuimu. Tugas dari Kim Seonsaengnim.” Ujarnya memberikan sebuah flashdisk
kepada Jiyeon.
“ Gomawo.” Ucapnya.
“ Eum, by the way, Kim Seonsaengnim berkata padaku katanya tugas yang ia
berikan akan diselesaikan bersama-sama.” Ujarnya kelihatan err sedikit gugup.
“ Bersama-sama?”
“ Iya, tugas kelompok kita. Aku
dan kamu.” Jawabnya. Jiyeon mengangguk. Merasakan ada sesuatu yang aneh dibalik
penegasan kata “ Aku dan kamu.”
“ Bagaimana jika besok kita
kerjakan bersama-sama?” Ajaknya.
“ Boleh.” Jawab Jiyeon membalas
senyumannya.
Ia pergi dan secara spontanitas,
Jiyeon sendiri tak tahu apa penyebabnya, ia memanggil namja tadi.
“ Minhyuk-ssi.” Panggilnya.
Minhyuk menoleh,
“ Ya?”
“ Aniyo.” Jawabnya sambil menggelengkan kepala. Minhyuk hanya
tersenyum dan berlalu pergi.
-***-
Menatap matanya membuatku tenang. Mendengar suaranya membuatku nyaman.
Apa yang terjadi padaku? Kenapa rasanya sama seperti dekat dengan Jinki? Oh,
Jiyeon, kau harus sadar bahwa Minhyuk bukanlah Jinki. Mereka berbeda.
“ Kenapa?” Tanya Minhyuk yang
langsung membuyarkan semua lamunan Jiyeon.
“ Apanya yang kenapa?” Tanya
Jiyeon balik yang terlihat kelimpungan.
“ Kau. Melamun. Apa sedang
sakit?”
“ Aniya.”
“ Kau cukup mahir dalam kimia.
Rasanya aku beruntung satu kelompok denganmu.” Puji Minhyuk dan yang pasti
kedua pipi Jiyeon sekarang sudah memerah.
“ Gomawo, Minhyuk-ssi.”
“ Minhyuk saja. Terdengar tidak
enak jika namaku dipanggil dengan embel-embel ‘ssi’ rasanya terlalu formal.”
Protesnya tegas.
“ Baiklah, Minhyuk.”
Minhyuk tersenyum dan entah
mengapa tangannya refleks mengacak rambut Jiyeon pelan. Membuat tubuh Jiyeon
kaku dan bingung harus berbuat apa.
-***-
“ Jiyeonnie!” Jiyeon menoleh ke
suara yang sedari tadi memanggil namanya.
“ Mwo? Jinki-ya! Omo!
Jinki!” Serunya kaget mengetahui siapa yang memanggil namanya tadi. Lelaki itu
mendekat dan memeluknya.
Jinki kini lebih tinggi dari 3
tahun lalu, wajahnya pun berubah menjadi lebih tampan.
“ Jinki, aku merindukanmu. Kapan
kau kembali ke Korea?” Jinki hanya tersenyum dan tak membalas ucapan Jiyeon.
“ Jinki, di sekolahku ada siswa
baru. Namanya Kang Minhyuk. Dia mirip sekali denganmu. Jinki, kenapa setiap aku
di dekatnya aku merasa nyaman? Rasanya sama seperti ada di dekatmu. Oh, aniyo, bahkan terasa lebih nyaman.
Jinki, mengapa setiap ada di dekatnya otakku berpikir kalau Minhyuk adalah kau?
Jinki, mengapa jantungku berdebar saat dekat dengannya? Bahkan kemarin aku tak
fokus dengan tugas kimiaku karena terus-terusan ada di dekatnya. Jinki, apa aku
mencintainya? Tapi bukankah hatiku hanya untukmu?” Jiyeon memberhentikan
ucapannya. Merasa telah kelewatan dengan ucapannya barusan. Karena memang
selama ini Jinki tak pernah tahu ia memendam rasa padanya. Jiyeon sendiri tak
mengerti kenapa dia bisa sefrontal ini.
“ Jinki, mengapa kau diam saja?”
Tanya Jiyeon lagi sedikit mengguncang pundak laki-laki di hadapannya itu.
Alih-alih menjawab, Jinki tetap pada kondisinya, tersenyum melihat Jiyeon. Tak
menjawab satu pertanyaannya pun. Jinki menutup matanya dan perlahan apa yang
ada di hadapan Jiyeon buyar.
“ Jinki!” Teriak Jiyeon terbangun
dalam kondisinya yang setengah sadar. Mendapati dirinya berada dalam kamarnya.
Tubuhnya berkeringat dan kepalanya pening.
“ Aish, hanya mimpi? Aku bahkan
berharap aku bisa secepatnya bertemu Jinki.” Jiyeon memegang kepalanya yang
terasa berat dan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap
langit-langit kamarnya yang sudah gelap—karena lampunya sengaja dimatikan—dengan
tatapan kosong. Mencerna apa yang baru saja terjadi di mimpinya.
Ia masih ingat betul kata-katanya
yang mengatakan Jinki, apa aku
mencintainya?
Mencintai Minhyuk? Yang benar
saja. Jiyeon bahkan baru mengenalnya kurang dari 2 minggu. Intensitas mereka
berbicara dan berkomunikasi pun masih terbilang sedikit. Satu lagi, sangat
tidak lucu jika alasannya mencintai Minhyuk hanya karena Minhyuk mirip dengan
Jinki. Tapi suara hatinya terus berkata, akan ada sesuatu yang terjadi diantara
mereka. Ada sebuah rasa yang ia rasa lebih dari semua perasaannya terhadap
Jinki.
Ya, Minhyuk dan Jinki berbeda. Begitupula perasaanku terhadap Minhyuk
berbeda dengan perasaanku terhadap Jinki. Tuhan, bisakah kau bantu aku menemukan
sebuah rasa yang rasanya menjadi teka-teki dalam hatiku?
-***-
“ Eun Ji-ya. Aku sedang bingung.”
Ucap Jiyeon sedikit merengek manja ke arah Eun Ji.
“ Waeyo? Apa yang membuatmu bingung?”
“ Kau ingat Jinki, eo? Teman sd
sekaligus smp kita.”
“ Eum…ya, aku ingat. Teman
dekatmu kan? Cinta pertamamu juga?” Jiyeon melotot.
“ Hahaha, akui saja. Tentu saja
aku ingat dengan Jinki. Orang yang selalu kau ceritakan. Wae?”
“ Apa kau pernah berpikiran di
kelas kita ada seseorang yang mirip dengan dia?”
“ Minhyuk?” Tebak Eun Ji dan ya,
tepat sasaran. Jiyeon mengangguk.
“ Kenapa? Apa kau berpikiran
Jinki berubah seperti apa yang biasanya ada di sinetron atau drama tertentu dan
sekarang wujud Jinki menjadi Minhyuk?”
“ Yak, itu tidak lucu, Han Eun
Ji. Bukan itu maksudku.”
“ Lalu? Apa kau berpikiran Jinki
hilang ingatan dan sekarang marganya berubah jadi Kang dan otomatis namanya
juga berubah menjadi Minhyuk?” Jiyeon menghela nafasnya panjang.
“ Sepertinya aku salah bercerita
dengan orang sepertimu, Eun Ji-ya. Setidaknya aku masih waras dan tidak
berpikiran adegan tidak masuk akal pada sinetron-sinetron yang sudah kau tonton
itu akan menjadi kenyataan.” Omel Jiyeon bergegas pergi tapi Eun Ji menahannya.
“ Hahahaha aku hanya bercanda,
Yeonnie. Apa kau pikir aku segila itu? Hei, hidup itu jangan terlalu dibawa
serius! Hahahaha.”
“ Jadi, apa yang akan kau
ceritakan? Ada apa antara Minhyuk dengan Jinki?”
“ Aku…merasakan aku jatuh hati
pada Minhyuk. Entahlah aku sendiri tak tahu kenapa. Setelah aku sadar betul
Minhyuk mirip dengan Jinki. Hatiku selalu berdebar setiap melihat Minhyuk.”
“ Apa kau mencintai Minhyuk hanya
karena Jinki?”
“ Pertanyaan yang tepat, Eun
Ji-ya. Karena hatiku bertanya-tanya soal itu.”
“ Apakah rasanya sama?”
“ Berbeda. Sepertinya pada
Minhyuk ada rasa yang jauh lebih dalam.”
“ Aku hanya mengingatkan, jangan
sampai kau jatuh ke Minhyuk hanya karena Jinki. Itu hanya akan menambah rasa
sakitmu.” Ujar Eun Ji menggenggam tangan Jiyeon. Menyiratkan simpatinya
terhadap sahabatnya ini.
-***-
“ Han Eun Ji bilang untuk
sementara waktu kau duduk denganku.” Jawab Minhyuk.
“ Jinjjayo?”
“ Astaga, Jiyeon. Kau tak percaya
padaku?”
“ Percaya kok percaya. Duduk
sini.” Ujarku menepuk bangku kosong di sebelahku.
Eun Ji, kau akan kubunuh karena berani-beraninya menyuruh Minhyuk duduk
di sebelahku.
“ Yak, aku hanya ingin mengetest
perasaanmu terhadap Minhyuk. Ini adalah salah satu cara agar kau tahu
perasaanmu yang sebenarnya.” Ujar Eun Ji santai.
“Eun Ji, tapi aku gugup. Bahkan
hanya mengangguk pun aku gugup.” Keluh Jiyeon.
“ Kau menyukainya, ku rasa.” Ujar
Eun Ji. Jiyeon hanya melengos menatap ke arah lain, otaknya penuh dengan
berbagai pikiran.
Menyukai Minhyuk, mencintai
Minhyuk, menganggap Minhyuk sebagai Jinki, ketulusan rasanya terhadap Minhyuk,
kenyamanannya untuk dekat dengan Minhyuk. Otak dan hatinya penuh dengan pikiran
tersebut.
Kenapa ia begitu berlebihan
menanggapinya? Bukan dirinya, tapi hatinya dan otaknya. Bekecamuk penuh hanya
untuk menemukan sebuah perasaan aneh yang mulai mengganggu pikirannya.
Dulu, Jiyeon tak pernah peduli
terhadap lingkungan baru yang tercipta di sekitarnya. Tapi kenapa dengan
Minhyuk ia begitu peduli? Bahkan sekarang ia mulai mencari tahu diri Minhyuk
yang sebenarnya. Kesukaannya, hobinya, kelebihannya. Kenapa Minhyuk membuatnya
seperti ini?
Ditambah lagi sekarang ia
sebangku dengan Minhyuk. Sifatnya yang kurang bisa menutupi apa yang sedang
terjadi membuatnya takut. Takut Minhyuk tahu mengenai perasaan yang mulai
tumbuh padanya. Takut setelah itu Minhyuk menjauh dan hal itu adalah hal yang
dibenci Jiyeon. Sama seperti perpisahannya bersama Jinki beberapa tahun lalu.
“ Sesering itukah kau melamun?”
Ujar Minhyuk sambil melambai-lambaikan tangannya ke arah Jiyeon.
“ Hahaha ani. Akhir-akhir ini, sedikit lebih sering.” Jawab Jiyeon.
“ Wae? Ada masalah?” Jiyeon hanya menggeleng. Minhyuk tertawa kecil,
“ Aku terlalu kepo ya?” Tanya
Minhyuk.
“ Gak juga, Hyukkie hahaha.”
Jawab Jiyeon.
“ Hyukkie?”
“ Mianhae. Ku rasa panggilan itu cocok untukmu.”
“ Gwaenchanda. Hyukkie, panggilan yang bagus.” Ujar Minhyuk sedikit
mengacak rambut Jiyeon.
“ Berminat ikut ke kantin?” Ajak
Minhyuk. Jiyeon mengangguk.
“ Boleh.” Jawabnya mantap.
“ Kau mau pesan apa?” Tanya
Minhyuk pada Jiyeon.
“ Jus strawberry.” Jawab Jiyeon.
“ Ahjumma, jus jeruk satu dan jus strawberry satu.” Pesan Minhyuk dan
kami duduk di salah satu meja yang disediakan di kantin.
“ Kau…asli orang Jepang? Atau
orang Korea yang pindah ke Jepang? Atau blasteran Korea-Jepang?” Tanya Jiyeon.
“ Kenapa memang?”
“ Cuma nanya.” Jawab Jiyeon
santai.
“ Aku asli orang Korea, Ilsan
tepatnya. Tapi ketika usiaku 6 tahun, Appa
mendapat tugas untuk mengurus perusahaannya di Jepang. Aku jadi ikut pindah dan
sekarang Appa mengelola perusahaannya
di Korea.” Jiyeon hanya mengangguk-angguk sambil menyesap jus strawberrynya.
“ Aku punya teman, dia sangat
mirip denganmu.” Entah apa penyebabnya, Jiyeon mulai mengungkit masalah itu
lagi. Rasanya pernyataan tersebut membuat hatinya cukup lega.
“ Oh ya? Apa dia sekolah disini
juga?” Tanya Minhyuk.
“ Ani. Dia di Amerika sekarang.” Jawab Jiyeon. Tersirat sedikit rasa
bersalah mengungkit Jinki lagi. Minhyuk hanya mengangguk kecil.
Jiyeon, jangan mengungkit Jinki di depan Minhyuk. Kau harus ingat
Minhyuk bukan Jinki. They are different.
-***-
“ Kau belum pulang?” Tanya
Minhyuk saat ia kembali ke kelas untuk mengambil tasnya.
“ Belum. Aku sedang menyelesaikan
project.” Jawab Jiyeon yang tetap berkutat dengan laptopnya.
“ Project?”
“ Project menulis.”
“ Menulis apa?” Tanya Minhyuk
yang mulai tertarik. Minhyuk kembali menaruh tasnya dan mendekat ke arah
Jiyeon.
“ Cerita pendek. Teenlit.” Jawab Jiyeon.
“ Wow, aku suka dengan yeoja yang suka menulis.” Ujar Minhyuk.
Jiyeon spontanitas menatap Minhyuk ketika ia mengucapkan kata ‘suka’.
“ Apa aku boleh membacanya?”
Tanya Minhyuk mendekat ke layar laptop Jiyeon.
“ Andwae! Ini belum selesai! Lagipula ini cerita perempuan.” Jawab
Jiyeon menutup layar laptopnya. Bisa mati dia kalau Minhyuk tahu ia sedang
menulis pengalamannya bersama Minhyuk. Meski mereka baru mengenal selama 1
bulan.
“ Cerita perempuan? Mana ada
cerita dibatasi berdasarkan jenis kelamin hahaha.” Tawa Minhyuk mengambil
tasnya dan beranjak keluar.
“ Hyukkie!”
“ Ne?” Minhyuk menghentikan langkahnya.
“ Kau…mau kemana? Mau pulang?”
Tanya Jiyeon.
“ Aku ingin ke ruang musik.
Latihan drum. Mau ikut?”
“ Anniyo. Aku masih mau menyelesaikan project ini.” Jawab Jiyeon
menunjuk-nunjuk laptopnya.
“ Aku duluan, ne? Annyeong!”
Jiyeon melaimbaikan tangannya sambil tersenyum. Ia menggelengkan kepalanya.
Mencoba fokus kepada tulisannya lagi.
Jiyeon melangkahkan kakinya di
halaman sekolah yang sudah mulai sepi. Ia teringat Minhyuk, apa Minhyuk sudah
pulang?
Jiyeon terus melangkahkannya
sampai halte bus.
“ Berminat pulang bersama, Ny.
Park?” Seseorang menghampiri Jiyeon. Menepuk jok belakang sepedanya.
“ Memangnya kau pulang kemana,
Mr. Kang?” Sambut Jiyeon.
“ Apartement dekat Myeongdeong.
Ayolah, kita pulang bersama juga.” Jiyeon bangun dan hatinya melawan otaknya
yang menolak.
“ Baiklah. Perumahan dekat Han
Kang.” Jiyeon duduk di belakang Minhyuk dan menepuk pundak Minhyuk.
Hati Jiyeon berdebar. Terasa
seperti kisah pada fanfiction yang ia
tulis. Ini untuk pertama kalinya ia berboncengan dengan seorang laki-laki.
Minhyuk mengayuh sepedanya lebih kuat, membuat Jiyeon spontan mencengkeram
seragam Minhyuk dan segera melepasnya lagi.
Spontan dan argh Minhyuk, kau harusnya bertanggung jawab atas
perbuatanmu yang membuat jantungku berdebar 1000000x lebih kencang.
“ Gomawo, Hyukkie.” Ucap Jiyeon
begitu mereka sampai di depan gerbang rumah Jiyeon.
“ Cheonmaneyo. Senang bisa
mengantarkanmu.” Balas Minhyuk.
“ Mau ke mampir dulu?”
“ Hmm, lain kali aku akan mampir,
Yeonnie. Hari sudah cukup sore. I have to
leave first.”
“ Baiklah, Josimhaneun.” Ucap Jiyeon melambai-lambaikan tangannya.
“ Ne. Daaah.” Ucap Minhyuk kembali mengayuh sepedanya meninggalkan
Jiyeon. Jiyeon menatap Minhyuk yang lama-lama menjauh.
Minhyuk, neoneun nae simjangeun dugeun dugeun tteolyeowa.
-***-
Jiyeon tersenyum menatap layar
handphonenya. Alih-alih membalas, yang ia lakukan justru tersenyum dan
memandanginya.
From : Kang Min Hyuk
Hi, Ny. Park. Kau sedang apa? Tiba-tiba aku memikirkanmu dan project
yang kau buat tadi siang. Aku…penasaran dengan ceritanya.
Jiyeon membaca ulang bagian “ Tiba-tiba aku memikirkanmu” dan terkekeh
pelan. Sudut wajahnya memanas, mungkin wajahnya sudah memerah sekarang.
To : Kang Min Hyuk
Sebegitu penasarannya kah kau dengan projectku, Tuan Kang? Aku kurang
yakin drummer sepertimu menyukainya
Meski jika dibaca selintas, plot
yang Jiyeon buat tak terlalu mencirikan cerita itu mirip dengan kejadiannya
dengan Minhyuk. Tetap saja ia malu.
From : Kang Min Hyuk
Memangnya kenapa? Kau belum tahu aku drummer melankolis? Hahaha
menyedihkan memang. Tapi aku suka teenlit. Setidaknya aku juga punya hobi yang
sama sepertimu, meluangkan waktu untuk menulis cerita karangan remaja.
Jiyeon tercengang, Minhyuk suka
menulis juga?
To : Kang Min Hyuk
Benarkah? Aku jadi penasaran seperti apa cerita yang kau buat, Tuan
Kang.
From : Kang Min Hyuk
Kau penasaran? Aku juga. Tidak mau tahu, besok temui aku dan bawa plot
itu. Aku penasaran dengan isinya!
To : Kang Min Hyuk
Hyukkie, besok itu hari minggu. Kau lupa?
From : Kang Min Hyuk
Besok memang hari minggu. Kenapa memangnya? Apa ada peraturan yang
melarang kita bertemu di hari minggu? Besok aku akan menjemputmu, bersiap-siap
pukul 9 pagi.
To : Kang Min Hyuk
Menjemputku?
From : Kang Min Hyuk
Ne! ayolah, kita refreshing sebentar. Setidaknya kau tidak harus selalu
berkutat dengan kimia yang menjadi kesukaanmu itu. Berada di dekatmu membuat
hatiku tenang.
Jiyeon tercengang menatap pesan
terakhir yang Minhyuk berikan. Hatinya berguncang. Antara senang dan sedih.
Senang dengan pernyataan-pernyataan Minhyuk yang seolah memberi lampu hijau
untuknya. Sedih karena ia takut perasaannya terhadap Minhyuk belum sepenuhnya
ia mantapkan.
Handphone-nya kembali berdering. Sebuah panggilan masuk dari Kang
Minhyuk.
“ Yeoboseyo.”
“ Yeonnie, kenapa kau tak
membalas pesanku?” Protes Minhyuk dari seberang. Jiyeon terkekeh pelan
mendengar celotehan Minhyuk yang terbilang cukup kekanak-kanakan, tapi Jiyeon
suka ^^
“ Ah, jeongmal mianhae, Hyukkie. Aku masih sedang mengetik untuk
membalasnya.”
“ Oh, arasseo. Jadi bagaimana? Besok aku jemput, eo?” Ajak Minhyuk.
“ Ne.” Jawab Jiyeon.
“ Jam 9 kau harus sudah siap!
Awas saja telat.” Ancam Minhyuk.
“ Iya iya Minhyuk cerewet.” Ledek
Jiyeon.
“ Mwoya? Kau meledekku? Aish.”
“ Kau memang cerewet, Hyukkie.”
“….”
“ Hyukkie, kau masih disitu?”
Panggil Jiyeon karena beberapa detik mereka saling diam.
“ Iya, aku masih disini. Ingat
jam 9 dan bawa plot-mu.”
“ by the way, memangnya besok kita akan pergi kemana?”
“ Rahasiaku, Ny. Park.” Ujar
Minhyuk.
“ Baiklah.”
“ Apa kau sudah makan?”
“ Belum dan sepertinya tidak. Ini
sudah pukul 7 malam.”
“ Kau harus makan, Ny. Park.”
“ Kalau aku makan malam-malam.
Nanti aku akan gemuk.”
“ Memangnya kenapa kalau kau
gemuk? Aku bahkan tidak peduli.”
“ Maksudmu?”
“ Aniyo, abaikan. Kau harus makan, nanti kalau penyakit maagmu kambuh
bagaimana.”
“ Aku tak punya penyakit maag,
Hyukkie.”
“ Ya…siapa tahu kan kalau
keseringan telat makan.” Jawab Minhyuk yang lama-lama terlihat semakin tidak
jelas.
“ Hm, yasudah. Kututup duluan ne teleponnya?”
“ Iya.”
“ Jangan lupa makan, Yeonnie.
Besok pukul 9 dan bawa plot.”
“ Iya, Tuan Kang aku ingat.”
“ Bye.”
“ Bye.” Jiyeon menutup sambungan teleponnya.
Ia menatap teleponnya aneh. Aneh
dengan perlakuan Minhyuk malam ini. Mereka terlihat seperti sepasang….
Ah, tidak, aku tidak boleh terlalu kepedean. Siapa tahu Minhyuk hanya
peduli padaku dan tidak lebih dari itu?
-***-
Jiyeon terlihat gusar. Padahal
jamnya masih menunjukkan pukul 08:45. Ditangannya sudah menggenggam tas dengan
isi handphone, dompet, dan plot cerita pendeknya.
“ Jiyeon, ada temanmu diluar.
Namanya Kang, aduh Kang siapa ya? Eomma
lupa.” Panggil Eomma dari luar kamar.
“ Kang Min Hyuk, Eomma!”
“ Ah, iya! Kang Min Hyuk.”
“ Eomma, aku pamit ya. Mau pergi
dulu dengan Minhyuk.”
“ Sampai jam berapa?”
“ Mollaseo.”
“ Baiklah, Josimhaneun.”
“ Ne, Eomma.” Jiyeon mengecup pipi Eomma-nya lalu bergegas keluar.
“ Hyukkie, Kajja!”
-***-
Minhyuk’s POV
Mataku membalas tatapan seorang yeoja yang memang sedari tadi menatapku.
Apakah aku aneh? Rasanya tidak juga.
Namanya Park Ji Yeon. Seorang yeoja yang baik hati, pintar dalam
pelajaran kimia, membuatku nyaman di dekatnya.
Aku sendiri tidak benar-benar
sadar kapan aku mulai menyukainya. Mungkin semenjak pertama kami bertatapan,
atau mungkin semenjak tugas kimia, atau mungkin semenjak kami duduk bersama.
Aku bahkan berterima kasih kepada Han Eun Ji yang dengan kebaikan hatinya mau
merelakan aku duduk dengan sahabatnya itu.
Menatapnya setiap aku ada
disampingnya merupakan salah satu anugerah terindah bagiku. Melihat senyum dan
tawanya yang lepas membuatku merasa nyaman. Bisa berada disampingnya membuatku
bahagia. Tapi, aku ingin yang lebih dari ini.
Meski aku sendiri tak begitu
yakin Jiyeon punya perasaan yang sama sepertiku. Bahkan, jika ia tak punya
perasaan padaku, aku bersedia memberinya waktu bahkan sampai 10 tahun atau
lebih. Memberinya waktu sampai ia membuka hatinya untukku.
Terdengar menggelikan memang. Aku
baru mengenalnya kurang lebih 1 bulan tapi hatiku seakan benar-benar
memantapkan rasaku untuknya.
Jiyeon, nan neol saranghae~
-***-
“ Eotteohkae?” Tanya Jiyeon menyadari perubahan wajah Minhyuk setelah
membaca karangannya.
“ Bagus. Aku cukup terbawa
suasananya.”
“ Hahaha yang benar saja,
Hyukkie. Membaca sebuah plot di tengah keramaian seperti ini bisa membuatmu
terbawa?”
“ Mungkin karena latarnya
kebanyakan di Han Kang dan sekarang kita sedang di Han Kang. Aku jadi terbawa.”
“ By the way, kenapa terlalu banyak lokasi di Han Kang?”
“ Aku terinspirasi dari Han Kang.
Memandang arusnya yang tenang dan memang cukup terbawa dari beberapa drama yang
ku tonton membuat Han Kang memiliki nilai khusus untukku. Aku bahkan beruntung eomma dan appa memilih rumah yang lokasinya tak terlalu jauh dengan Han
Kang.”
“ Apa cerita ini terinspirasi
dari kisah hidupmu?”
“ Tidak juga. Namun terkadang aku
berharap kisahku berakhir bahagia seperti plot yang aku buat hahahaha.”
“ Apa kau sedang jatuh cinta?”
“ Kenapa memangnya, Hyukkie?”
“ Entahlah, feeling-ku mengatakan plot yang kau buat seperti menggambarkan
kisah pribadimu.”
“ Mungkin. Mungkin aku sedang jatuh cinta.” Jawab Jiyeon
pelan.
“ Hyukkie, bagian mana yang
menjadi favoritemu?” Tanya Jiyeon berusaha mengalihkan pembicaraan.
“ Ketika laki-laki bernama Kwon
Chul Jae menembak Lee Hyo Min ditepi Han Kang.” Jawab Minhyuk sambil tersenyum.
“ Hahaha aku juga suka part itu.”
“ Apa kau berharap akan ada
seseorang yang menembakmu di Han Kang?”
“ Sedikit, jika ada hahaha. Tapi
aku tidak yakin ada.” Jawab Jiyeon sedikit berdebar. Jiyeon tertawa menutupi
rasa canggungnya.
“ Jiyeon, aku mencintaimu.” Ucap
Minhyuk.
Jiyeon terdiam. Tubuhnya melemas.
Entah senang ataupun sedih. Matanya membalas tatapan Minhyuk.
“ Will you be my girlfriend?” Tanya Minhyuk. Seperti plot yang sudah
ia buat, seorang laki-laki, yang sebenarnya itu Minhyuk dengan beberapa
perubahan, menyatakan perasaan terhadap seorang gadis, yang sebenarnya itu
dirinya dengan beberapa perubahan.
Entah kenapa hatinya gusar.
Seperti yang sudah ia katakan sebelumnya. Hatinya ragu. Ia menyukai Minhyuk
tapi ia takut ia belum tulus. Meski lama-lama ia sadar perasaannya terhadap
Jinki hanya sebatas persahabatan. Meski lama-lama ia sadar perasaannya terhadap
Minhyuk terasa jauh lebih dalam. Tapi ia butuh waktu.
“ Hyukkie, apa aku boleh meminta
waktu untuk menjawabnya?” Minhyuk tersenyum mengangguk.
“ Berapa lamapun, aku akan selalu
menunggu jawabanmu.” Jawab Minhyuk.
-***-
“ Gomawo, Hyukkie. Mau ke dalam dulu?” Tanya Jiyeon begitu sampai
depan gerbang rumahnya.
“ Lain
kali saja, Jiyeon.”
“
Hyukkie, aku akan memikirkan jawabannya baik-baik.”
“ Ne. Jangan terlalu dipikirkan, kau bisa
menjawabnya kapan saja.”
“ Mianhae, Hyukkie.”
“
Hush, sudah. Tidak ada yang salah.” Ujar Minhyuk mengusap kepala Jiyeon
sebentar.
“ Aku
duluan, ne? Annyeong.”
“ Ne.”
Jiyeon
melangkahkan kakinya dan membuka gerbangnya, matanya terbelalak menemukan siapa
yang ada di dalam ruang tamu rumahnya.
“
Jinki?”
“ Hai, Yeonnie. Kau sudah pulang?
Akhirnya. Aku sudah menunggumu selama 2 jam.” Ujar Jinki seraya memeluk Jiyeon
yang masih diam mematung.
“ Apa kabarmu?” Tanya Jinki yang
kini mulai berjalan ke arah pekarangan belakang rumah Jiyeon, bersama Jiyeon
juga tentunya.
“ Baik. Kau?”
“ Baik juga. Hei, apa kau tidak
merindukanku?” Tanya Jinki yang menyadari sikap Jiyeon yang biasa saja. Tak
seceria 3 tahun lalu.
“ Merindukanmu? Tentu saja,
ayam!” Jawab Jiyeon lalu tertawa. Mulai membiasakan diri lagi dengan kehadiran
Jinki.
“ Gamsahamnida, Park Ahjumma.”
Ucap Jinki begitu Eomma memberi mereka
minuman dan beberapa makanan ringan.
“ Eomma, kenapa kau tidak bilang hari ini Jinki datang?”
“ Jinki meminta Eomma merahasiakannya, Jiyeon.” Jawab Eomma lalu berlalu pergi.
“ Benarkah?” Tanya Jiyeon masih
memikirkan perkataan Eomma-nya tadi.
Jinki mengangguk sambil menyesap teh hangatnya.
“ Aku begitu merindukan Korea dan
kau tentunya hahaha.” Ujar Jinki sambil mencubit Jiyeon. Jiyeon hanya
tersenyum.
Entah apa yang terjadi pada
hatinya, yang pasti hatinya tak seberbunga-bunga dulu. Ia merasa biasa saja ada
di dekat Jinki. Bahkan ketika Jinki mengatakan ia merindukannya pun terasa
sangat flat. Pikirannya melayang ke
kejadian tadi malam, ia rasa hatinya semalam lebih berbunga-bunga dibandingkan
sekarang. Apakah artinya….?
“ Kau akan tinggal di Korea lagi,
Jinki-ya?” Tanya Jiyeon membuka percakapan yang sempat terhenti. Mengubah
atmosfer yang mulai canggung menjadi tidak.
“ Ani. Sekolahku libur 2 minggu.” Jawab Jinki.
“ Berarti kau hanya akan ada
disini selama 2 minggu, eo?” Tanya
Jiyeon sedikit kecewa.
“ Ani. Hanya 1 minggu. 1 minggu lagi aku akan membereskan keperluan
sekolahku di Amerika.” Jawab Jinki.
“ Kenapa? Kau masih merindukanku
ya? Atau kau sangat takut kehilanganku?”
“ Aish, apa yang kau bicarakan
Jinki-ya? Hahahaha.”
“ Aku ingin mengajakmu ke Lotte
World. Tapi kapan ya? Seminggu ini kau full sekolah kan?”
“ 3 hari lagi aku libur. Tanggal
merah.”
“ Baiklah. Kita kesana nanti.”
-***-
Jiyeon melangkahkan kakinya
menuju kelasnya. Hatinya berdebar mengetahui hari ini dia harus bertemu
Minhyuk, duduk disamping Minhyuk, dan dia belum sempat memikirkan jawaban
pertanyaan kemarin.
Hati Jiyeon bergetar melihat
Minhyuk sedang tertawa bersama teman-temannya yang lain. Jika ia menerimanya,
ia takut salah ambil keputusan dan nanti akan menyakiti Minhyuk. Jika ia
menolaknya, Minhyuk akan sakit dan dia sendiri akan sakit menerima keputusan
tersebut. Jiyeon….dilema.
“ Hi, Jiyeonnie.” Sapa Minhyuk
begitu Jiyeon duduk disampingnya. Jiyeon hanya tersenyum membalas sapaan
tersebut. Suasana canggung dan Jiyeon tahu Jiyeon yang membuat segalanya
canggung.
Jiyeon mencintai Minhyuk tapi
Jinki? Argh, mengapa Jinki harus datang disaat ia harus memutuskan sesuatu.
“ Kau kenapa?” Tanya Minhyuk
sambil membereskan buku-bukunya di meja, waktu pulang.
“ Gwaenchanhayo?” Tanya Minhyuk sambil meletakkan telapak tangannya
ke kening Jiyeon.
“ Nan gwaenchanha, Hyukkie.” Jawab Jiyeon sambil tersenyum.
“ Apakah soal kemarin membuatmu
khawatir? Maaf…” Ucap Minhyuk.
“ A? Bukan, Hyukkie. Justru aku
yang minta maaf karena belum memberimu jawaban, belum untuk hari ini.” Ujar
Jiyeon.
“ Harus kubilang berapa kali,
Yeonnie? Aku tak menuntutmu memberimu jawaban secepatnya. Kau bisa menjawabnya
kapan saja dan jangan terlalu pikirkan aku. Pikirkan perasaanmu, itu lebih
penting menurutku. Geogjeonghajima.”
Minhyuk tersenyum sambil mengusap puncak kepala Jiyeon.
“ Gomawo, Hyukkie. Gomawo
sudah mengorbankan perasaanmu demi perasaanku.” Ujar Jiyeon tersenyum, masam.
Minhyuk mengangguk sambil tersenyum, membuat kedua matanya hilang (lagi),
sesuatu yang paling Jiyeon suka semenjak mereka bertemu, dan Minhyuk memilih
pergi dari kelas untuk pulang.
-***-
“ Jiyeon, kau mau main apa lagi?”
“ Mollaseo, aku sudah capek, Jinki.” Jawab Jiyeon.
“ Jinki-ya.” Panggil Jiyeon.
“ Hm?”
“ Aku lapar.” Ujar Jiyeon sambil
mengelus perutnya.
Jinki tertawa,
“ Aku juga. Kajja! Kita cari
makan!”
“ Ini…foto siapa?” Tanya Jinki
yang sedang meminjam handphone Jiyeon.
“ Temanku.” Jawab Jiyeon.
“ Namanya?” Tanya Jinki lagi.
“ Kamu kepo sih? Ayo makan lagi.
Itu ayammu masih banyak.” Ujar Jiyeon.
“ Aku sudah kenyang. Yeonnie,
jawab aku.” Jiyeon mengacuhkannya.
“ Dia pacarmu ya?” Tebak Jinki
sambil setengah menggodanya.
“ Ani! Dia Minhyuk, temanku.”
“ Tapi kenapa foto kalian
dijadikan wallpaper handphone-mu?”
Goda Jinki lagi, penasaran dengan namja
yang ada di handphone sahabatnya.
“ Yak, memangnya tidak boleh? Aku
juga pernah memasang foto kita.” Ujar Jiyeon. Jinki tertawa,
“ Apa kau menyukainya?”
“ Menyukai siapa?”
“ Namja ini.. siapa namanya tadi? Minhyuk, eo?” Tanya Jinki. Jiyeon terdiam.
Menyukai Minhyuk? Ia mungkin
dikatakan bukan sekedar menyukainya tapi sudah dalam kadar mencintainya.
“ Molla.”
“ Aish yang benar? Aigoo…kau tak mau jujur dengan sahabatmu
sendiri?”
Ya, Jinki kita memang hanya bersahabat dan wait! Kenapa hatiku biasa
saja? Dulu, setiap kali kau bilang kita hanya bersahabat, hatiku terasa sakit
tapi kenapa sekarang tidak?
“ Jja! Sudah kutebak dari beberapa hari yang lalu, kau sedang jatuh
cinta! Hahahaha. Waaah nae Jiyeon
sudah jatuh cinta.” Tawa Jinki. Jiyeon mendelik, nae Jiyeon?
“ Aaaa, sudah! Kenapa harus
membahas ini?” Ujar Jiyeon menarik handphone-nya.
“ Kenapa wajahmu memerah?
Hahahaha! Sudah ku bilang kau jatuh cinta! Hahaha.” Tawa Jinki lagi.
“ Yak! Jinki-ya! Jangan goda aku lagi
aish dasar jelek!” Jiyeon mendengus kesal.
“ Chakkaman, aku ada telepon.” Ujar Jinki dan pergi beberapa meter
dari tempat mereka.
Jiyeon berpikir lagi. Ini sungguh
aneh. Perasaannya sudah tidak sama dengan 3 tahun lalu. Ia merasakan selama ini
bukan cinta yang ia rasakan terhadap Jinki melainkan rasa sayang yang tumbuh
karena mereka sudah bersama sejak kecil. Sayang terhadap persahabatan. Jinki
bukan cinta pertamanya, karena sekarang ia sudah tak merasakan apa-apa. Ia
tetap nyaman berada dekat Jinki yang humoris dan membuatnya selalu tertawa tapi
dibalik itu semua rasa nyamannya berbeda dengan apa yang ia rasakan ketika
berada di dekat Minhyuk. Ketika bersama Minhyuk, hatinya merasa tenang dan
enggan jauh darinya. Ia…
“ Hei, jangan melamun!”
“ Hyukkie?”
“ Yak! Siapa yang kau panggil?
Aku Jinki, Yeonnie-__-” Ujar Jinki kembali duduk di hadapan Jiyeon.
“ Oh, Jinki-ya. Mianhae.”
Jiyeon bodoh! Kenapa bisa memanggil Jinki menjadi Minhyuk? Kurasa,
karena Minhyuk yang biasanya mengingatkanku jangan suka melamun. Aku jadi
merindukannya hihihi.
“ Tunggu! Tadi kau panggil aku
siapa? Hyukkie? Hyukkie siapa?” Tanya Jinki.
“Aish jangan kepo deh. Kenapa
setelah dari Amerika kamu jadi kepo, Jinki-ya?” Jinki hanya tersenyum.
“ Um, Jiyeon tadi Eomma telepon katanya kita harus pulang.
Katanya ada sesuatu yang harus dibicarakan.” Ucap Jinki. Jiyeon hanya
mengangguk dan mereka pulang.
-***-
“ Mwo? Kau harus pulang malam ini?” Jiyeon terbelalak dengan apa yang
baru saja Jinki katakan.
“ Ne. Hee Jin sakit dan aku harus menemaninya disana.” Ujar Jinki.
“ Hee Jin? Nuguya?” Tanya Jiyeon.
“ Nae yeojachingu.” Jawab Jinki. Yeojachingu?
“ Eum, baiklah. Semoga dia lekas
sembuh.” Ujar Jiyeon menepuk bahu Jinki.
“ Mianhae.” Ucap Jinki. Jiyeon hanya mengangguk,
“ Gwaenchanha. Kapan kau pulang?”
“ Nanti malam pukul 8.”
“ Aku akan ikut mengantarmu ke
bandara ya?”
“ Tentu saja kau harus ikut.”
-***-
Jinki tak melepas genggaman
tangannya dengan tangan Jiyeon.
“ Aku akan merindukanmu.”
Ucapnya.
“ Aku juga.” Balas Jiyeon
setengah menangis. Perasaannya perih seperti 3 tahun lalu. Menyadari sahabat
terbaiknya harus jauh lagi dari sisinya.
“ Aku akan ke Korea lagi. Mungkin
tahun depan. Serta aku berjanji, ketika aku pulang ke Korea, kau akan menjadi
orang pertama yang akan aku temui.” Ujar Jinki lalu memeluk Jiyeon.
Air mata Jiyeon tumpah membasahi
beberapa bagian jaket yang dikenakan Jinki.
“ Uljima.”
“ Jinki, aku menyayangimu.”
“ Eum, aku juga.” Jawab Jinki
melepas pelukannya dan menghapus air mata di pipi Jiyeon sambil tersenyum.
“ Aku harus pergi sekarang.” Ujar
Jinki sambil menunjuk ke arah jam tangannya. Jiyeon hanya mengangguk,
“ Jinki, hati-hati disana.” Jinki
mengangguk.
“ Jinki, salam untuk yeojachingu-mu. Semoga dia lekas sembuh
dan kalau kau main ke Korea, ajak dia. Agar jika dia sakit, kau bisa merawatnya
disini.” Ujar Jiyeon. Jinki terkekeh,
“ Ide yang bagus. Akan kuusulkan
kepada Hee Jin.”
“ Annyeong, Yeonnie. Kau harus jaga dirimu baik-baik juga disini.
Serta kalau aku bawa Hee Jin kesini, kau juga harus pertemukan aku dengan Minhyuk.
Kita bisa double date nanti hahaha.”
“ Minhyuk?”
“ Annyeong!” Seru Jinki sambil melambaikan tangannya. Jiyeon membalas
lambaian tangannya.
“ Minhyuk? Double date? Ide yang bagus, Jinki-ya.” Ujar Jiyeon pelan sambil
tersenyum.
-***-
Minhyuk’s POV
Aku menginjakkan kakiku ke
bandara. Malam ini aku akan menjemput Appa
yang akan pulang dari Jepang. Meski aku dan Eomma
sudah menetap di Korea beberapa bulan yang lalu, tapi seminggu sekali Appa tetap bolak-balik ke Jepang.
Mataku terfokus pada pemandangan
sepasang eum sepertinya sepasang kekasih yang berdiri tak terlalu jauh dariku.
Mataku terbelalak melihat siapa mereka, sang yeoja adalah Jiyeon. Ya, Park Jiyeon, yeoja yang cukup membuat hariku tak tenang beberapa hari ini.
Jiyeon bersama seseorang? Namja? Apakah itu namjachingu-nya? Tapi setahuku dia masih single. Wait! Mereka
berpelukan? Hatiku…hancur.
Itukah alasan Jiyeon menunda
jawabannya? Membuatku berada diambang ketidakpastian. Jiyeon punya namjachingu? Kenapa dia tidak bilang
dari awal?
Meski hatiku hancur dan sakit,
tentu saja. Tapi aku teringat akan ucapanku beberapa waktu lalu.
Aku akan selalu menunggu Jiyeon.
Walaupun itu harus memakan waktuku hingga 10 tahun lamanya.
Menunggu. Hei, bukankah menunggu
bukan hanya menunggu jawaban? Menunggu seseorang yang sudah punya pacar juga
berarti menunggu kan? Meski rasanya terlalu jahat bagiku untuk mendoakan mereka
agar secepatnya berpisah.
Aku…haruskah aku tetap menunggu?
Atau aku harus menyerah sampai disini?
-***-
Author POV
“ Jinki sudah kembali lagi ke
Amerika?” Tanya Eun Ji. Jiyeon mengangguk.
“ Bukankah ia bilang liburannya
di Korea selama 1 minggu? Sedangkan ia baru 3 hari ada disini kan?”
“ Yeojachingu-nya sakit dan ia minta Jinki untuk merawatnya.” Jawab
Jiyeon.
“ Yeojachingu? Dia sudah punya yeojachingu?”
Jiyeon mengangguk.
“ Kau…bagaimana?”
“ Apanya yang bagaimana?”
“ Perasaanmu. Bagaimana? Sakitkah
mengetahui Jinki sudah punya pacar?” Tanya Eun Ji.
Jiyeon diam sejenak lalu
menggeleng mantap.
“ Ani. Aku biasa saja, justru aku berpesan kepada Jinki jika ia ke
Korea lagi ia harus membawa pacarnya itu.” Jawab Jiyeon memastikan.
“ Jinjja?!” Jiyeon mengangguk.
“ Lalu
bagaimana dengan pertanyaan Minhyuk? Apa kau sudah memutuskannya?” Tanya Eun
Ji.
-***-
Jiyeon merasa aneh dengan
perlakuan Minhyuk 2 hari ini. Terhitung mulai kamis dan jumat kemarin. Selama
duduk bersama Minhyuk, Minhyuk lebih banyak diam. Apa dia sudah lelah
menunggunya?
“ Hyukkie, kau kenapa?” Tanya Jiyeon
begitu bel pulang berbunyi dan seluruh kelas sudah beranjak pulang. Hanya
mereka berdua yang tersisa.
“ Aku? Aku gak kenapa-kenapa.”
Jawab Minhyuk.
“ Really? 2 hari ini kau beda sekali. Apa kau marah padaku?”
“ Marah? Memang kau salah apa?”
Tanya Minhyuk sedikit ketus. Mencoba melaraskan hatinya yang sedang beradu
ketat dengan otaknya.
Ia ingin bertahan tapi ada
sesuatu yang membuatnya harus menyerah. Tapi sepertinya keinginannya untuk
bertahan jauh lebih kuat melawan keinginannya yang ingin menyerah.
Jiyeon hanya diam. Apakah Minhyuk
marah padanya? Dia salah apa? Tentu saja dia salah karena harus merelakan
Minhyuk selalu menunggunya.
“ Apa kau sudah lelah?” Tanya
Jiyeon. Minhyuk diam.
Mereka berkecamuk dengan pikiran
masing-masing. Minhyuk dengan pikirannya—Jiyeon sudah punya namjachingu, artinya kesempatannya untuk
mendapatkan Jiyeon sangat sedikit. Mengharapkan mereka putus rasanya terlalu
jahat, haruskah ia bahagia di atas penderitaan orang lain? Menunggu lama bukan
masalah terpenting baginya tapi melihat ia akan bahagia diatas penderitaan
orang lain rasanya terlalu menyakitkan. Serta Jiyeon dengan pemikirannya—apakah
Minhyuk sudah lelah menunggunya? Atau jangan-jangan Minhyuk sudah tak mau
menunggunya lagi? Apakah disaat ia sudah memantapkan perasaannya, Minhyuk akan
pergi? Apakah kesalahannya yang terlalu plin-plan membuatnya tak bisa
mendapatkan cinta yang ia inginkan? Jiyeon merasa sangat bersalah.
“ Aku pulang dulu.” Ujar Minhyuk
bangkit dari bangkunya,
“ Kang Minhyuk.” Panggil Jiyeon membuat
langkah Minhyuk tertunda.
“ Apakah
tawaranmu waktu itu masih berlaku untukku sekarang?” Tanya Jiyeon.
“ Apakah kau masih mencintaiku?” Minhyuk
menoleh untuk kali ini,
“ Tentu saja. Aku masih menunggu
jawaban itu dan aku tetap mencintaimu.” Jawab Minhyuk mantap. Tak peduli dengan
otaknya yang berkecamuk mengingat kejadian hari rabu malam itu.
Jiyeon mendekat ke arah Minhyuk.
“ Sudah kuputuskan, seharusnya
dari awal sudah kuputuskan, maaf sudah menunggumu terlalu lama dan maaf mungkin
dan sepertinya aku telah menyakitimu. Aku juga mencintaimu, Minhyuk.” Ujar
Jiyeon.
Minhyuk terdiam mematung. Mimpikah?
“ Apakah kau sungguh-sungguh
mencintaiku?”
“ Tentu saja, Minhyuk.”
“ Bukankah kau sudah punya namjachingu?”
“ Memang aku sudah punya namjachingu.”
“ Lalu kenapa kau menerimaku?”
“ Minhyuk, apakah IQ-mu menurun?
Tentu saja aku punya namjachingu.
Karena aku sudah menerimamu, otomatis kau jadi namjachingu-ku kan?”
“ Maksudku, apa tidak ada namja lain selain aku?”
“ Apa yang kau bicarakan,
Hyukkie?”
“ Kemarin aku melihat kau
berpelukan dengan seorang namja di
bandara. Bukankah itu namjachingu-mu?”
“ Dia Lee Jinki, temanku.”
“ Jadi kau tak punya namjachingu?”
“ Minhyuk, harus ku ulang berapa
kali, aku sudah punya namjachingu.”
“ Astaga, benar. Dan itu aku, eo?”
“ Tentu saja.” Jawab Jiyeon.
Minhyuk memeluk Jiyeon sambil tersenyum. Menyadari seseorang yang ia cintai
juga mencintainya dan pemikirannya kala itu salah besar.
Terima kasih, Tuhan.
-***-
“ Jiyeon, pelan-pelan.” Ujar
Minhyuk sedikit tergesa-gesa.
“ Kita sudah terlambat 2 menit,
Minhyuk.”
“ Astaga baru 2 menit, Jiyeon.”
Jiyeon tak menghiraukannya.
“ Ok, baiklah, seharusnya aku
memang tahu dari awal kau tidak pernah suka terlambat.” Omel Minhyuk.
“ Yak, JINKI-YA!” Teriak Jiyeon
sambil melambai-lambaikan tangannya. Laki-laki yang dipanggil Jinki itu menoleh
dan membalas lambaian tangannya serta mendekat ke arah pasangan tersebut.
“ Jiyeon, kenalkan, yeojachingu-ku, Shin Hee Jin.” Ujar
Jinki.
“ Shin Hee Jin imnida.”
“ Park Ji Yeon imnida.”
“ Aaa, Jinki-ya~ perkenalkan ini namjachingu-ku, Kang Min Hyuk.” Ujar
Jiyeon.
“ Kang Min Hyuk imnida.”
“ Lee Jin Ki imnida.”
-***-
“ Chagi, kenapa Jinki mirip denganku?” Tanya Minhyuk.
“ Benarkah?” Ujar Jiyeon yang
sebenarnya tertawa dalam hati. Minhyuk mengangguk.
“ Mirip, sedikit.” Jawab Jiyeon.
“ Chagi, aku dan dia lebih tampan yang mana? Sepertinya aku lebih
tampan bukan?”
“ Tentu saja kau yang paling
tampan untukku. Eum, ngomong-ngomong, sejak kapan kau panggil aku Chagi?!!!”
“ Sejak tadi. Apa tidak boleh?”
“ Tentu saja boleh, Hyukkie. Aku
suka panggilan baruku hehehe.” Minhyuk mengeratkan tangannya yang merangkul
Jiyeon.
“ Chagi.”
“ Hm?”
“ Saranghae.”
“ Nado Saranghae, Hyukkie.”
-End-
Kyaaa! Akhirnya selesai mihihi~ eotteohkae? Semoga
chingudeul merasa terhibur dengan endingnya. Terima kasih yang sudah
menyempatkan baca dan commentnya. Minhyuk’s Anae akan kembali beberapa waktu
yang akan datang. Jangan bosen ya sama ff yang aku buat hehehehe. Daaah, See
You~