Title : If Life Was A Fanfiction
Author : Minhyuk’s Anae
Length : Oneshoot
Genre : Romance
Rating : PG-15
Casts :
-
Park Seo Hee (OCs)
-
Kang Min Hyuk
-
Park Jae In (OCs)
-
Other Cast
Disclaimer : My Own Plot, kesamaan cerita terjadi karena
ketidaksengajaan.
Note : Sorry for Typos and Unperfect Story. Don’t forget
Read, Comment, Like. This Fanfiction was published in my account wordpress :
minhyukanaefanfic.wordpress.com jangan lupa sekali-sekali mampir ya mihihi
*sekalian promo*. Happy Reading! Hope you like it!
---------------------------------------------------------*****----------------------------------------------------
SEO HEE’s SIDE (
Author’s POV)
Aku ingin kisah cintaku seperti ending fanfiction kebanyakan.
Bahagia. Menyenangkan. Selamanya.
Aku ingin hidupku seperti ending fanfiction kebanyakan.
Aku ingin hidupku bukan hanya sekedar berharap.
Berharap pada cinta yang tak pasti dan penuh kesemuan.
Aku ingin dia menyadari semuanya.
Tentang cintaku, perasaanku, ketulusanku.
Aku ingin dia tahu aku mencintainya.
Meski dalam diam dan kesunyian.
Entah mengapa, cinta dalam diam memiliki arti tersendiri bagiku.
Cinta dalam diam membuatku bertahan meski sakit.
Cinta dalam diam terasa seperti candu untukku
Candu untuk mencintainya
Meski hanya cinta diam-diam
( Park Seo Hee )
***
Seo Hee tersenyum kecil sembari
menuliskan beberapa baris kata-kata kesukaannya di dalam buku hariannya. Meski
tetes demi tetes kini mulai jatuh dan membasahi sebagian kertas yang ada di
tangannya. Kepalanya mendongak ke atas, lalu ia usap air matanya.
Bodoh. Ucapnya dalam hati.
Seo Hee merutuki dirinya sendiri
karena lagi-lagi ia menangis. Semua karena sore ini pikirannya kembali melayang
kepada seorang laki-laki yang ia kenal sekitar 4 bulan lalu. Laki-laki yang
membuatnya merasakan suatu perasaan aneh. Perasaan yang terkadang menyenangkan
meski lebih sering membuatnya menangis seperti sekarang.
‘Orang bilang cinta itu indah.
Tapi tidak untukku, tidak untuk seseorang yang hanya bisa mencintai lawan
jenisnya dari belakang. Sembunyi-sembunyi untuk bisa melihatnya.
Sembunyi-sembunyi untuk bisa memperhatiannya. Cih, ini seperti kisah cinta jaman dahulu saja. diam. Tanpa ada
pernyataan. Tapi inilah aku, Park Seo Hee yang berpegang teguh pada ucapan
wanita tak boleh menyatakan perasaannya duluan. Tapi inilah aku, yang meski tau
ini sakit sekali tapi tetap saja bertahan. Salahku sendiri, tapi justru aku
menikmatinya. Meski aku tak tahu apa ending kisah ini. Meski aku tak tahu harus
bagaimana ke depannya. Meski mungkin kecil harapanku untuk bahagia. Namun aku
selalu memilih cinta dalam diam.’ Ucap Seo Hee dalam hati.
Seo Hee bangkit dari bangku
pinggir lapangan basket dan memastikan keadaan sekolah memang benar-benar sudah
sepi. Sudah saatnya pulang. Seo Hee memang suka menyendiri ketika jam pulang sekolah,
hanya untuk menulis beberapa bait puisi di buku harian kesayangannya. Hanya
untuk koleksi pribadi dan terkadang di baca sendiri dan menyadari betapa miris kisah
cintanya.
Handphonenya bordering.
Park Jae In
“ Yeoboseyo, Jae-ya.” Ucapnya
mengangkat panggilan dari sahabatnya, Jae In.
“ Eodiseo?” Tanya Jae In dari
seberang.
“ Masih di sekolah, wae?”
“ Baguslah, aku ada di depan
sekolah habis latihan taekwondo. Kita pulang bareng eo?”
“ Ne.”
“ Ok, baiklah. Aku tunggu diluar.
Biippp.” Jae In menutup panggilannya
duluan.
Seo Hee yang tidak melihat ada
apa di depannya langsung terjatuh,
Bukk
“ Jeoseonghamnida.” Ujar
laki-laki yang menabraknya dan mengulurkan tangannya membantu Seo Hee bangun. Speechless. Minhyuk. Laki-laki itu.
“ Gwaenchanhayo?” Tanyanya sambil
memperhatikan Seo Hee.
“ Gwaenchanda.” Jawab Seo Hee
yang dan bergegas meninggalkan Minhyuk. Takut tak bisa menyembunyikan mukanya
yang memerah karena salah tingkah.
Akhirnya. Untuk pertama kalinya
mereka berbicara. Hati Seo Hee ingin meloncat keluar.
“ Sekali lagi, maaf untuk tadi,
Park Seo Hee!” Teriak Minhyuk membuat langkah Seo Hee terhenti. Ia menoleh ke
belakang dan mendapatkan Minhyuk sudah kembali bergabung dengan tim basketnya.
Yang terlihat hanyalah tulisan belakang jerseynya, 제임스 6 (
James 6 ).
Minhyuk
tahu namaku?
“ Kau kenapa, Seo Hee?” Tanya
Jae In memperhatikan raut wajah sahabatnya yang sangat berubah. Sedikit
memerah, tersungging senyuman tanpa henti, serta melamun.
“ Minhyuk tahu namaku.” Seo Hee
menggigit ujung bibirnya menahan senangnya yang membuncah.
***
“ Darimana ia tahu namaku? Apakah dia seorang stalker
sepertiku? Atau jangan-jangan dia tahu aku suka menguntitnya? Aish aku bahkan
sedang tak butuh alasan itu. Yang pasti hari ini aku bahagia.”
***
Seo
Hee’s POV
Aku melongok kecil ke arah pintu kelas X.1—kelas Jae In dan
juga Minhyuk. Oh ya, Jae In dan Minhyuk memang sekelas dan cukup dekat, entah
mengapa yang pasti Jae In tak pernah mengenalkan atau berusaha mencomblangkan
aku dengan Minhyuk meski terkadang aku berharap dia mau.
“ Park Jae In, ada?” Tanyaku pada seorang laki-laki yang
sedang membuang sampah.
“ Ada, masuk aja.” Ujarnya yang kembali masuk ke kelas dan
aku mengikutinya dari belakang.
Mataku langsung tertuju jelas pada depan papan tulis dimana
Minhyuk dan Jae In sedang berbicara bersama. Ini bukan pertama kalinya aku
melihat mereka seperti itu tapi kenapa hatiku tiba-tiba merasakan sakit? Ah,
sudahlah aku tak mau berburuk sangka. Aku sendiri baru sadar mungkin Minhyuk
tahu namaku dari Jae In, Jae In kan suka teriak-teriak kalau memanggil namaku.
“ Jae-ya!” Panggilku dan Jae In menoleh.
“ Seo Hee-ya! Kita pulang bareng kan? Tunggu tunggu aku
sedang bicara sama Minhyuk dulu. Kau duduk saja dulu ya.” Ujarnya yang kembali
berbicara dengan Minhyuk dan aku sendiri tidak tahu mereka membicarakan apa.
Aku mengambil tempat duduk dan melirik ke arah Minhyuk sebentar. Mengapa kini
aku merasa iri dengan Jae In? Jae dekat dengan Minhyuk sedangkan aku? Minhyuk
mengenalku pun tidak. Bukankah hanya mengetahui nama itu biasa saja?
Aku bahkan baru sadar bahwa aku terlalu berlebihan dalam
menanggapi sesuatu. Cuma dipanggil dan langsung senang gitu aja. Cinta memang
membuatku menjadi berlebihan. Terlebih menanggapi seseorang yang aku cintai.
Terlalu berharap ia juga mengerti apa yang aku rasa padahal nyatanya tidak sama
sekali.
Lagi-lagi pikiranku tertuju pada suatu hal yang buruk dan
tidak seharusnya aku pikirkan. Aku berpikir bagaimana jika Minhyuk dan Jae In
ternyata saling menyukai? Lalu Jae In mengambil Minhyuk dan aku? Aku dibiarkan
terluka begitu saja…aish pikiran berlebihan lagi.
“ Yuk, kita pulang!” Ujar Jae In dan menarikku pulang. Mata
kami bertemu—mataku dan mata Minhyuk.
***
“ Kau kenapa?” Tanya Jae In yang
mungkin menyadari perbedaan wajahku.
“ Gapapa.” Jawabku singkat. Moodku benar-benar buruk sekarang. Setelah
pikiran macam-macamku tadi, selama perjalanan pulang Jae In juga terus-terusan
menceritakan kedekatannya dengan Minhyuk. Membuat si pikiran macam-macam itu
muncul lagi dalam benakku.
Mataku lebih terfokus pada jalanan
dibanding mendengarkan Jae In cerita. Membuat hatiku sakit saja. lagi-lagi Jae
In bertanya aku kenapa, kenapa dia tidak peka sih? Dia mengenalku sudah lebih
dari 3 tahun dan tetap saja tidak peka dengan kondisi-kondisiku.
“ Gapapa.” Jawabku lagi dengan
sedikit menaikkan suara.
Tiba-tiba pikiran macam-macam itu
berpikir lagi.
‘ Mengapa aku harus marah dengan Jae In? apa yang salah dengan
kedekatannya dengan Minhyuk? Hei, aku bahkan sama sekali tidak berhak untuk
ini. Untuk marah. Bahkan kalau sampai prasangkaku benar, memangnya kenapa?
Bukankah setiap orang punya hak untuk mencintai? Memang itu sakit. Sangat sakit
ku perkirakan. Tapi, sekali lagi bukankah orang punya hak untuk mencintai orang
lain? Dan aku tak punya hak untuk melarang siapapun, termasuk orang yang
kucintai. Jae In dan Minhyuk adalah 2 orang yang berarti di hidupku. Jae In
terutama. Ia lebih dari seorang sahabat. Seharusnya aku tak pernah berburuk
sangka seperti ini.’
Entah mengapa karena pikiran itu
air mataku menetes sendiri. Aku cepat-cepat menghapusnya agar Jae In tak
menyadari ini. Aku menepis perasaan itu dan berusaha untuk tidak berpikir bahwa
Minhyuk dan Jae In…
“ Iya, jadi tadi tuh Minhyuk
bercanda gitu sama aku, Seo-ya. Tapi tenang aja kok, aku sama Minhyuk Cuma
temenan.” Ujar Jae In yang aku baru menyadari bahwa ceritanya daritadi belum
selesai.
“ Ah? Iya hahaha.” Jawabku
sedikit tidak nyambung.
***
Aku mulai mengguratkan tinta
penaku pada buku harian abu-abuku lagi. Jae In bilang semoga kejadian sore itu
bisa membuatku menuliskan kata-kata bahagia. Nyatanya tidak sama sekali, hanya
satu lembar dan lembar lainnya masih penuh dengan sesak.
Aku benci berpikir seperti ini.
Berpikir sahabatku mengambil orang yang ku cintai.
Aku benci berpikir seperti ini.
Berpikir sahabatku akan meninggalkanku dan mengambilnya.
Aku benci berpikir seperti ini.
Berpikir sahabatku diam-diam menusukku dari belakang.
Aku benci berpikir seperti ini. Benci.
Ku pejamkan mataku sejenak dan mulai menuliskan apa isi hatiku lagi.
Setidaknya hanya hal itu yang bisa membuat bebanku lepas sementara.
Tapi nyatanya pikiranku masih sesak dengan kejadian tadi.
Aku benci menganggap sahabatku menyakitiku.
Aku benci karena aku sendiri takut persahabatanku hancur.
Aku benci pikiran ini ada dan hinggap dalam hatiku.
Ku tepis. Ku tepis. Ku buang.
Berpikir jernih semoga sahabatku bukan manusia macam itu
Aku tak mau memikirkan hal ini lagi
Karena sekali lagi,
Aku tak mau persahabatanku hancur karena praduga yang mungkin salah
sasaran.
***
Perasaanku benar-benar seperti diujung
kesakitan. Aku bahkan kini terlalu sensitive jika mendengar Jae in menceritakan
Minhyuk. Tak seperti hari-hari sebelumnya, aku selalu antusias tapi tidak untuk
sekarang. Sakit. Pedih. Perih. Aku benar-benar bingung harus ku kemanakan
perasaan ini agar pergi jauh dari hatiku.
“ Jae-ya.” Panggilku. Jae In
menoleh sambil memakan kentang goreng yang ada ditangannya.
“ Kau tahu? Aku iri padamu.”
Ujarku dengan senyum sinis. Kupikir dengan menyatakan perasaanku, perasaan
buruk ini bisa hilang.
“ Iri? Iri kenapa?” Tanya Jae In
bingung dan berhenti makan.
“ Iri bahwa kamu bisa dekat
dengan Minhyuk hahahaha.”
“ Jadi kamu curiga aku sama
Minhyuk ada apa-apanya? Yaelah, Seo Hee…Minhyuk bahkan bukan tipeku sama
sekali. Tenang aja, aku bukan orang yang suka tmt-in orang kok hahahaha.” Aku
hanya tersenyum kecil.
“ Tapi, aku serius, Jae. Aku
bener-bener iri. Iri karna aku gak bisa jadi kamu. Aku gak bisa deket sama
Minhyuk. Boro-boro Minhyuk bisa deket sama aku, saling kenal aja enggak kan?”
“ Kamu marah sama aku?” Tanya Jae
In intens.
“ Enggak, aku gak marah. Tenang
aja hehe.”
“ Maaf, Seo Hee…aku gak punya
maksud apa-apa untuk ngedeketin Minhyuk. Hanya sebatas teman.”
“ Aku tahu dan aku gak marah sama
sekali. Nyantai aja.” Jawabku. Fyuh, rasanya 75% sesak dalam dadaku berkurang.
Lega.
Apakah ini suatu tanda bahwa
menyimpan perasaan terlalu dalam itu tidak baik? Emm maksudku seharusnya
diungkapkan. Apa aku harus bilang begini juga sama Minhyuk? Aish itu jayus, Seo
Hee. Masa gak kenal tapi tiba-tiba deketin dan bilang suka. Gak lucu banget.
***
Siang ini Jae In bilang ada kerja
kelompok kelas dan tak mungkin pulang bersamaku. Kerja kelompok sama
Minhyuk-kah dia? Hahahaha pikiran burukku kini sudah tak terlalu menghinggapi
lagi. aku bahkan sudah tak peduli seberapa Jae In dan Minhyuk dekat. Lagipula
aku tahu dan percaya bahwa Jae In adalah sahabat yang baik jadi dia tak mungkin
menyakitiku kan?
Aku memberhentikan langkahku
begitu menemukan Jae in dan Minhyuk sedang berduaan dekat pintu keluar. Mataku
terbelalak begitu menemukan tangan mereka saling berpegangan. Hatiku mencelos.
Praduga buruk itu muncul lagi.
Aku ingin berbalik arah dan tak
mau melihat mereka tapi sayangnya satu-satunya pintu keluar sekolah ya disitu
dan aku terpaksa harus melewati mereka berdua.
“ Saranghae. Will you be my
girlfriend?” Langkahku terhenti mendengarnya. Jadi…jae In dan Minhyuk?
***
Hatiku. Yang kurasa akan kuat seperti baja
nyatanya tidak. Baja yang terkenal kuatpun ternyata bisa hancur. Kini, kondisi
hatiku sama seperti baja yang tersiram hujan asam. Hancur, lebur, musnah.
***
MINHYUK’s
SIDE (Minhyuk’s POV)
Gadis itu membuatku tertarik.
Gadis yang tiap pulang sekolah suka keluar-masuk kelasku untuk menghampiri Jae
In. sesekali mata kami bertemu tapi dia buru-buru membuang muka. Aku juga sering
melihatnya duduk dipinggir lapangan basket sambil membawa buku berwarna
abu-abu. Aku perkirakan itu buku hariannya. Ck, dasar wanita.
Aku tak tahu namanya. Tak tahu
cara mendekatinya. Juga masih bingung apakah aku benar-benar mencintainya. Apa
aku harus mendekati Jae In dan mencari tahu tentang gadis itu? Ah, tidak. Aku
tahu sifat wanita, terlalu susah memegang rahasia.
Setiap latihan basket hatiku
selalu berharap gadis itu akan duduk di pinggir lapangan basket. Jadi, aku bisa
sesekali mencuri pandang ke arahnya. Hanya itu yang bisa ku lakukan. Sekali
lagi, aku belum tahu cara yang tepat untuk mendekatinya. Termasuk hari ini.
Ku langkahkan kakiku agak cepat
karena jam latihan sudah mulai sekitar 10 menit yang lalu. Aku terlambat.
Buukkk
Bodoh. Aku menabrak seseorang
hingga ia terjatuh.
“ Jeoseonghamnida.” Ujarku dan
berusaha membangunkannya. Ku baca name
tag yang ada di seragamnya. Park Seo Hee. Ketika aku melihat wajahnya,
aigoo! Jadi gadis itu…
“ Gwaenchanhayo?” Tanyaku sambil
memperhatikan gadis itu. Mencoba menyadarkanku bahwa gadis di hadapanku yang ku
tabrak benar-benar gadis itu. Si gadis buku abu-abu.
“ Gwaenchanda.” Jawabnya dan
segera berlalu meninggalkanku.
“ Sekali lagi, maaf untuk tadi, Park Seo Hee!”
teriakku memanggil namanya. Park Seo Hee. Ya, hari ini aku mengetahui namanya.
Aku melirik jam tanganku dan bodoh! Aku sudah benar-benar terlambat latihan!
***
Aku memejamkan mataku. Latihan
basket memang menyita tenagaku. Tapi sebenarnya ada yang lebih menyita tenaga
dan pikiranku, dia Park Seo Hee. Menggelikan sebenarnya memikirkan hal itu
hahahaha tapi nyatanya memang seperti itu.
Park Seo Hee. Park Seo Hee. Park
Seo Hee.
Aku mengucapkan itu berulang
kali. Terlalu bergembira untuk mengetahui namanya. Park Seo Hee. Nama yang
cantik sama seperti yang punya hahaha astaga Minhyuk, sejak kapan kau jadi
gombal seperti ini? Semenjak bertemu Park Seo Hee~
Tapi yang kupikirkan adalah
mengapa mata Park Seo Hee selalu menghindari mataku? Seperti tadi contohnya. Ia
buru-buru pergi. Apakah ia tahu bahwa aku suka memperhatikannya diam-diam? Lalu
ia jadi takut padaku. Seo Hee, kau memang yeoja paling beruntung di dunia
karena aku, Kang Minhyuk, namja paling unyu bisa jatuh hati padamu. Dan kau Seo
Hee, kau adalah yeoja paling aneh sedunia, karena bisa membuatku, Kang Minhyuk
yang biasanya waras jadi tidak waras seperti ini.
Apakah cinta bisa membuat seseorang gila? Sepertinya iya. Lihat saja
aku.
“ Yak, Jae In bodoh! Tugas begini
saja tidak bisa. Ayo kerjakan! Kalau tidak aku tidak akan membiarkanmu pulang.”
Omelku pada Jae In karena dia salah mengerjakan tugas kerja kelompok.
“ Hyaaa, Minhyuk jelek! Kau Cuma
bisa meledek orang! Ini juga sedang aku kerjakan tahu!!” Omelnya tak kalah
nyolot dariku.
“ Jae-ya!!” Panggil seseorang
memanggil Jae In membuatku menoleh. Hwaaaa!! Yeoja itu!
Tak lama setelah Jae In selesai
dengan tugasnya, ia pulang bersama Seo Hee. Sayang sekali hari ini dia terlalu
sebentar di kelasku.
***
“ Jae In babo!” Panggilku dan Jae
In menatapku sinis.
“ Aku mau minta tolong padamu,
mau tidak?” Tanyaku.
“ Shirreo! Kau sudah memanggilku
babo! Shirreo!” Tolaknya keras.
“ Mian…baiklah, Jae In yang
pintar, yang cantik, neomu neomu neomu yeppeo bahkan mengalahkan Song Hye Kyo,
mau tidak membantuku?” Pujiku dengan terpaksa sebenarnya.
“ Ok, Hyuk-ah. Karena aku baik,
aku mau. Apa?” Aku tersenyum menerima jawabannya.
“ Kau kenal Park Seo Hee?”
“ Seo Hee? Kenal lah! Dia
sahabatku. Wae?”
“ Dia yeoja yang seperti apa?”
“ Seperti apa ya? Kasih tau gak
ya?”
“ Jaeeeeeee…”
“ Arra, Arra. Seo hee itu yeoja yang
baik, penyabar, bijaksana. Wae?”
“ Mau gak kamu deketin aku sama
dia?”
“ Shirreo!”
“ Jaeeeeee….!!!!”
“ Shirreoyo! Deketin aja
sendiri.”
“ Aku gak tahu gimana caranya.”
“ Tembak aja sana.”
“ Langsung tembak gitu?”
“ Ya kan biar lo tahu perasaan
dia sama lo, Minhyuk.”
“ Yatapi kan aku sama dia gak
kenal?”
“ Ya apa kek. Aduuuuuhhhh…kenapa
lo babo sih? Tinggal bilang aja lo udah lama nunggu dia Cuma bingung deketinnya
gimana. Ah babo.”
“ Lo kok bisa tau? Gue emang udah
lama nunggu dia.”
“ Ya makanya bilang. Cinta itu
gak bisa Cuma didiemin. Nantinya gak kesampean. Kan kasian.”
“ Bantuin gue.”
“ Ok, pulang sekolah gue bakal
bantu lo gimana ngungkapin perasaan ke cewek.”
Aku tersenyum senang. Jae In
memang baik mihihihi.
***
“ Coba! Gue mau liat gimana caranya
lo nyatain perasaan lo!”
Gue coba megang tangan Jae In,
sebenernya ngebayangin kalo itu Seo Hee.
“ Saranghae. Would you be my
girlfriend?”
***
Author’s
POV
“ Saranghae. Would you be my
girlfriend?”
Jae In dan Minhyuk menyadari
suara langkah seseorang yang terhenti di dekat mereka. Seo Hee.
“ Seo Hee…” Panggil Jae In lirih.
Menyadari bahwa sahabatnya pasti salah menyangka. Minhyuk melepaskan
genggamannya pada Jae In.
“ Permisi, aku mau lewat. Maaf
ganggu.” Ujar Seo Hee pergi melewati mereka berdua. Jae In mengejarnya.
“ Seo Hee…ini bukan seperti apa
yang kamu kira. Ini salah sangka!!” Teriaknya tapi terlambar Seo Hee sudah
berlari menuju mobilnya dan beranjak pergi meninggalkan sekolah, sahabat yang
begitu dipercayainya, dan seseorang yang dicintainya.
Jae In tertunduk. Air matanya
mengucur. Minhyuk hanya diam terpatung bingung harus berbuat apa.
“ Aku bodoh, Minhyuk. Seharusnya
aku tak membiarkan kita ada diluar ruangan. Seo Hee akan marah padaku.
persahabatanku hancur begitu saja.”
“ Maaf.” Ujar Minhyuk merasa
bersalah. Bersalah kenapa dia harus meminta Jae In mengajarkannya cara
menyatakan perasaan.
“ Ini bukan salahmu, Hyuk-ah.
Disini tidak ada yang salah. Semuanya hanya salah sangka.”
“ Uljima, Jae. Apa sekarang kita
menyusul Seo Hee saja dan menjelaskan apa yang terjadi?”
“ Jangan sekarang. Seo Hee justru
akan bertambah marah pada kita. Biar aku nanti yang tanggung jawab.” Ujar Jae
In pergi meninggalkan Minhyuk.
“ Gagal.” Bisik Minhyuk pada
dirinya sendiri.
***
Seo Hee duduk berlutut. Wajahnya dibiarkan
diterpa angin yang cukup kuat menatap hamparan padang rumput yang luas. Air
matanya masih jelas mengucur deras. Aku
tak mungkin pulang ke rumah dengan kondisi kacau seperti ini.
Hatinya berkecamuk. Antara
percaya dan tidak. Sahabatnya dengan berani menyakitinya. Ini seperti sebuah
mimpi buruk. Bahkan hati kecil Seo Hee belum percaya betul dengan kejadian
tadi.
Aku mungkin bukan orang yang tepat untuk Minhyuk. Mungkin Jae In memang
lebih tepat dan pantas. Aku menangis bukan karena aku melarang Jae In untuk
mencintai Minhyuk atau sebaliknya. Melainkan pelampiasan rasa sesak dalam
dadaku yang minta dikeluarkan. Aku sakit. Tentunya. Jadi rasanya seperti ini
di-teman makan teman-kan? Sakit sekali. Tapi aku juga tidak boleh egois. Aku
akan merelakan semuanya. Cintaku demi sebuah persahabatan. Aku rela sakit asal
persahabatanku tetap utuh. Terlalu lucu persahabatan yang sudah kupupuk sekian
lama hancur hanya seorang laki-laki. Bukankah setiap orang memiliki hak untuk
mencintai orang lain? Jae in berhak mencintai Minhyuk. Minhyuk berhak mencintai
Jae in. aku pun berhak mencintai Minhyuk. Hanya saja cintaku bertepuk sebelah
tangan. Kosong. Tanpa suara. Tak akan bersatu. Aku harus bisa melupakan
Minhyuk. Mungkin ini takdirku untuk tidak bersama Minhyuk. Aku akan melepasnya,
dan suatu saat nanti akan ada laki-laki lain yang harus kupertahankan. Bukankah
masih banyak laki-laki di dunia ini selain Minhyuk? Aku mencintai Minhyuk namun
aku lebih mencintai sahabatku, Park Jae In.
Jae In diam menatap punggung
seseorang yang bergetar karena tangisan. Ia tak menyangka Seo Hee ada di tempat
ini. Ia bahkan baru ingat keduanya akan sama-sama kesini jika ada masalah. Jae
In ingin segera berlari memeluk sahabatnya itu, menceritakan kisah sebenarnya
bahwa semuanya hanya kesalahpahaman. Tapi, ia takut Seo Hee melepas pelukannya.
Jae In hanya diam mematung. Punggungnya juga bergetar, air matanya juga
mengalir, namun tangannya ia bekapkan ke mulutnya, menahan agar tak ada suara
tangisan yang muncul.
Menyadari ada orang lain, Seo Hee
segera mengambil tasnya dan berbalik menuju mobil. Tanpa disangka orang itu
justru Jae In. mereka diam. Seo Hee mulai mendekati Jae In dan tersenyum,
“ Bagaimana? Kau terima Minhyuk?
Chukkae…ku harap kalian bisa lama.” Ujar Seo Hee tenang meski air matanya masih
mengalir sambil menepuk pundak sahabatnya. Jae In menggeleng.
“ Kau babo, Park Seo Hee.” Jae In
tersenyum sinis.
“ Memang. Aku babo untuk menangis
karenamu. Sudah kubilang setiap orang punya hak untuk suka dengan orang lain
dan aku bodoh melarang hakmu untuk mencintai Minhyuk hanya karena aku.” Jawab
Seo Hee. Hatinya kini benar-benar rela. Mati rasa. Sakitnya sudah menumpuk
sehingga tak ada rasa sama sekali.
“ Bukan itu. Kau babo karena
mengira Minhyuk mencintaiku dan aku mencintai Minhyuk.” Seo Hee mengerutkan
keningnya.
“ Kau babo karena pergi duluan
saat aku panggil. Kau babo tak mau mendengarkan penjelasan sahabatmu. Kau babo
menjadikan sahabatmu seperti seorang paling bersalah di dunia ini. Aku bukan
tipe orang yang bisa mencintai orang yang sahabatku suka. Dan namja
kesayanganmu itupun tidak mencintaiku sama sekali. Oh ya sebelum cerita, aku
minta izin dulu untuk menjelaskan semuanya. Boleh?” Seo Hee mengangguk.
Keduanya kini duduk di hamparan rumput.
Jae In menceritakan semuanya
bahwa kejadian itu dikarenakan Minhyuk mau mengungkapkan perasaannya pada Seo
Hee. Masa bodoh Minhyuk akan marah karena nanti jika ia nembak ulang Seo Hee
sudah tahu semuanya. Yang penting persahabatannya selamat.
“ Jadi? Minhyuk? Menyukaiku?”
Tanya Seo Hee bengong mendengar penjelasan Jae In. Jae In mengangguk cepat.
“ Ya. Awalnya dia memintaku untuk
bisa mendekatkan kalian sayangnya aku tidak mau. Kenapa aku tidak mau? Karena
kalau begitu cowok itu gak punya usaha untuk deket sama kamu kan? Makanya dia
mau langsung nembak kamu. Sayangnya saat latian kamu liat dan jadi salah
sangka.”
“ Aku bodoh ya, Jae.”
“ Memang.”
“ Aku jadi harus bagaimana
sekarang?”
“ Molla.”
“ Jaeeee….aku harus bagaimana?”
“ Lihat saja besok.”
***
Minhyuk menatap Seo Hee dari
belakang. Lama-lama ia duduk di sebelahnya. Seo Hee menoleh meski sempat kaget.
“ Park Seo Hee.” Panggil Minhyuk.
Seo Hee menoleh,
“ Maaf sudah sempat membuatmu dan
Jae In salah sangka.”
“ Maaf juga sudah menabrakmu
dulu.”
“ Maaf juga…. Sudah membuatmu
sempat menangis.” Seo Hee mengerutkan dahinya. Minhyuk mengambil tasnya dan
mengambil buku abu-abu itu.
“ Kemarin terjatuh saat kamu
pergi. Oh ya, maaf sudah lancang membacanya. Memang benar, cinta yang diam-diam
itu seperti candu. Sayangnya, cinta tidak bisa dibiarkan diam. Cinta harus
diutarakan. kalau tidak dan tidak kesampaian akan sakit disini.” Ujar Minhyuk
menunjuk dadanya.
“ Aku juga berharap sama
sepertimu. Berharap ending hidupku seperti sebuah fanfiction. Fiction.
Khayalan. Indah. Tapi susah dicapai karena itu khayalan. Tapi hidup itu bukan
sebuah fanfiction, yang kita hanya bisa berharap dan berharap untuk ending yang
bahagia. Untuk mencapai endingnya, kita yang harus menulis sendiri jalan
ceritanya dan Tuhan memberi kita arah untuk bagaimana kita menentukan si jalan
ceritanya.” Minhyuk diam.
“ Lalu?” Tanya Seo Hee berharap
Minhyuk melanjutkan percakapan itu.
“ Lalu, aku harap akan ada sebuah
fanfiction tentang kita.” Ujar Minhyuk.
“ Maksudnya?”
“ Apa kamu mau nulis bareng
fanfiction tentang kita? Nanti kita saling tuker pikiran biar ending fanfiction
kita bagus.” Seo Hee mengernyit berusaha mengerti apa kata-kata Minhyuk
barusan.
“ Terlalu gombal lo, Hyuk! Bilang
aja mau gak jadi pacar gue? Pake acara bahas fanfiction segala.” Ujar Jae In
yang tiba-tiba dateng. Seo Hee tertawa kecil.
“ Jadi gimana?” Tanya Minhyuk
sambil menatap Seo Hee.
“ Gimana apanya?” Seo Hee nanya
balik.
“ Jawabannya.” Jawab Minhyuk.
“ Yaudah kita jadi author
bareng-bareng yuk!” Jawab Seo Hee tersenyum melambangkan pernyataan cinta
Minhyuk yang sebenernya dibilang aneh itu diterima. Minhyuk tersenyum.
“ Aku gimana, Seo Hee? Aku nanti
ada di fanfiction kalian gak? Eh maksudnya cerita hidup kalian gak? ” Tanya Jae
In.
“ Ada kok, Jae. Nanti aku jadiin
kamu support cast ya hahahaha.” Tawa Seo Hee disambut tawa Minhyuk dan Jae In.
***
Aku senang ending penungguanku seperti ini.
Membahas fanfiction lagi.
Tidak, aku tak akan membuat sebuah fanfiction atau karangan lain.
Aku akan berusaha menjadi author yang baik untuk kisah hidupku sendiri.
Bersama orang-orang yang aku cintai tentunya. Orang tua, sahabat, dan
namjachingu.
Namjachingu? Aku bahkan tak pernah sadar betul bahwa kini aku punya
namjachingu.
Kisah yang unik menurutku.
Namjachingu yang bahkan belum terlalu aku kenal.
Namun lama-lama kami akan saling mengenal satu sama lain.
Serta berharap bisa jadi author yang baik bagi masing-masing kisah
hidup kami yang berharap akan bisa menjadi sebuah cerita yang menyatu, bersatu,
selamanya.
*End*
Mianhae Readers kalau kurang
bagus ^^ jangan lupa RCL! Gomawo for read this story :)
0 comments:
Post a Comment