Thursday, May 23, 2013

Sunday, May 19, 2013

Duduk di Hadapanmu

Aku memilih duduk di hadapanmu dibandingkan duduk di sampingmu

Hari itu bukanlah hari pertama kau mengajakku pergi bersama. Tentu saja tidak berdua, bahkan pernah kau mengajakku pergi berdua dan aku justru mengajak orang lain untuk pergi bersama kita. Kita pergi bersama, bersenang-senang bersama, dan aku menatap sesuatu yang lain dari matamu.
Bisakah kau rasakan percikan rasa bahagiaku ketika kita bersama?
Matamu berbeda dari biasanya dan aku menemukan sebuah kebahagiaan tercipta dari matamu dan wajahmu juga gerak tubuhmu. Aku kira kau bahagia karena aku. Aku kira aku penyebab senyum manismu yang terpajang sepanjang hari itu. Aku kira. Aku kira. Hanya perkiraan, bukan?
Aku sadar kemudian bahwa aku bukan penyebab sinaran matamu itu. Bukan aku. Tapi dia. Benarkah? Mata kalian berbeda, boy. Aku bisa membacanya. Sinarnya sama dengan sinarku. Bedanya, sinarku tak bisa terpantulkan tapi berbias tak berbekas.
Kami pergi bertiga;aku, kamu, dan dia. Lucu sekali rasanya. Sesaknya mulai terasa, boy. Aku hanya tak bisa melihatmu dengannya. Kenapa bukan aku penyebab dari sinar matamu itu? Kenapa?
Kami berhenti di sebuah kedai makanan. Mengunjungi sebuah meja untuk bertiga. Seakan sejalan, aku memilih sebuah kursi yang sendirian di hadapan kursi yang berdua. Aku tidak tahu kenapa aku memilih itu. Lalu duduklah kau dan dia di hadapanku.
Sesaat aku menyesal. Kalian lebih sibuk bercengkrama berdua dan mengabaikanku. Haruskah aku jadi satu-satunya orang yang terabaikan?
Aku menatapmu terus-terusan;tentu saja kau tidak menyadarinya. Senyum simpul ku ciptakan di hatiku. Aku bahagia memilih tempat ini karena di tempat ini aku bisa menatapmu sepuasnya. Aku bahagia untuk duduk di hadapanmu.
Kau menatapku sesaat. Mencoba membuatku masuk diantara garismu dan garisnya. Tapi aku tahu, aku sedang melakukan kesalahan.
Rasanya salah untuk menjadi terlihat seperti orang ketiga. Tapi kalian sendiri tidak memiliki status yang jelas, kan? Lalu aku masih punya kesempatan untuk mendapatkan hatimu, kan?
Aku menatap kalian yang sibuk bercengkerama lagi. Aku hanya diam di hadapanmu. Kenapa tadi tidak ku pilih saja kursi itu? Kenapa tidak ku pilih saja duduk di sebelahmu? Kenapa aku harus memilih duduk di hadapanmu?

Jika aku memilih duduk di sebelahmu, aku tidak bisa puas memandang wajahmu, tuan.
Maka aku memilih duduk di hadapanmu agar bisa puas memandang wajah bahagiamu itu. 
Jika aku memilih duduk di sampingmu, aku tidak tahu ekspresi yang sedang kau sembunyikan, tuan.
Maka aku memilih duduk di hadapanmu agar aku bisa tahu segala ekspresi yang kau ciptakan.
Karena aku lebih memilih duduk di hadapanmu, yang kemudian hanya bisa menatap segala yang kau sedang lakukan.
Karena aku lebih memilih duduk di hadapanmu yang kemudian sadar kau bisa bahagia di hadapanku walaupun bukan aku yang mendampingimu.
Kau boleh bahagia meski bukan aku yang ada di sampingmu, tuan. Tapi tolong biarkan aku ada di hadapanmu untuk menatap segala yang kau lakukan dan membaca apa yang sedang kau rasakan. 
Jangan segan bercerita jika orang yang ada di sampingmu menyalahgunakanmu, tuan. 
Aku setia menanti di hadapanmu.
Kemudian, tataplah masa depanmu yang ada di hadapanmu, tuan;bukan yang ada di sampingmu.

Wednesday, May 15, 2013

Happy 16th Birthday, Anin

Since yesterday I'm not 15 anymore....
Happy Birthday, Anindityas Rahmalia Putri
Thanks All of the wishes from twitter, facebook, line, and directly. 
Thanks Ary for the photo ^^ and I wish I will get the cupcake xoxoxo
I have many wishes on my 16th birthday :
1. I want to be one of student that chosen as science program
2. I want to get good score on the last semester raport
3. I want to be better as always
4. I want my novel will be publish this year
5. I wish my diet success
6. Many more~
Thanks, Ary

Friday, May 10, 2013

Monday, May 6, 2013

Monday, April 29, 2013

Saturday, April 20, 2013

Aku Mulai Terbiasa

Ponselku berdering kala itu, menunjukkan satu nama, dia. Segala canda kami ciptakan. Aku tersenyum dalam segala tulisan yang ia berikan. Aku terhenyak dan kemudian aku menyadari sebuah rasa yang sudah terlalu lama tak ku rasakan.

Dia membuatku lupa dengan masa laluku. Sejenak. Meski kadang ia datang dan membuat suasana sendu lagi seperti sebelumnya. Dia membuat pikiranku bergeser ke arahnya, tidak selalu menatap masa laluku, meski hanya sejenak tapi cukup membuat rinduku seakan meluap.

Setiap hari ponselku berdering, namanya tertera begitu saja di layar ponselku. Setiap hari, tanpa cela, dia hadir menghampiriku, membuatku lupa akan luka masa lalu. Aku mulai terbiasa.

Setidaknya, aku mulai terbiasa akan dering ponsel yang membawaku ke obrolan bersamanya. Setidaknya, aku mulai terbiasa akan canda tawa yang ia berikan padaku. Setidaknya, aku mulai terbiasa akan kenyamanan yang terselip di segala pesan yang ia berikan. Aku mulai terbiasa.

Harapan itu datang lagi. Harapan yang tercipta sama persis ketika aku mengenalnya dulu, dia--masa laluku. Harapan itu datang lagi. Rasa itu terselip lagi diantara kegiatan yang kini menjalar menjadi kebiasaanku, berbincang dan melepas canda bersamanya. Harapan itu datang lagi.

Tiba-tiba pikirannya terbesit di otakku. Bagaimana jika dia hanya pelarianku? Setidaknya, aku tidak mau ada orang yang tersakiti akan ulahku.
Tiba-tiba pikirannya terbesit di otakku. Bagaimana jika dia tidak mencintaiku juga?
Lantas sia-sialah rasa yang mulai berkembang di jiwaku ini.
Tiba-tiba pikirannya terbesit di otakku. Bagaimana jika aku akan sakit lagi?

Sekiranya, aku sudah mulai terbiasa akan segala kehadirannya di hidupku. Sekiranya, aku sudah mulai terbiasa.

Wednesday, April 17, 2013

Kemalanya Datang Lagi

Air matanya tiba-tiba terjatuh
Menyeruak masuk bersamaan dengan kemala
Hatinya berteriak seakan menolak
Aku tidak mau kemala itu masuk lagi

Jantungnya berdebar beribu kali lebih cepat
Memorinya berputar ke masa-masa lalu
Kemalanya datang lagi
Hatinya tidak bisa mengelak

Matanya merapat
Berharap menutup semua yang telah terjadi
Hatinya bergejolak
Kemalanya semakin dekat

Helaan nafasnya terdengar menggebu
Merasakan sesuatu merasuki dirinya
Namanya kemala
Namanya rindu
dan Dia sadar bahwa rindu memasuki dirinya lagi
dan Dia sadar otaknya mengulang memori itu lagi

Monday, March 25, 2013

Aku Merindu Lagi


Rindu menyeruak lagi di hatiku. Aku merindukan sosoknya. Sosok yang biasanya ku temukan di halaman sekolah menengah pertamaku dulu. Mengintipnya dari jendela kelas dan memandangnya yang sedang bermain sepakbola di lapangan depan kelasku. Mengaguminya dari koridor kelas dan mencuri pandangnya sesekali.
Aku rindu wangi tubuhnya yang dengan mudah ku temukan saat dia lewat di hadapanku. Aku rindu sosoknya yang tinggi ketika berdiri di sampingku. Aku rindu suara beratnya yang terkadang ia lantunkan dalam nyanyian. Aku rindu suara petikan gitar yang ia mainkan yang membentuk sebuah nada, sebuah lagu kesukaanku meski aku tahu ia menyanyikannya bukan untukku. Tapi aku rindu segala tentangnya. 
Aku rindu pesannya yang muncul di layar ponselku. Aku rindu senyumnya yang membuat hatiku meleleh saat itu juga. Aku rindu tatapannya yang tajam. Aku rindu celotehannya yang biasa ia keluarkan.
Aku rindu memandangnya diam-diam. Aku rindu mengambil gambarnya secara diam-diam; tentu saja dia tidak tahu itu. Aku rindu panggilannya yang memanggil nama depanku dengan lengkap, " Anindityas ". Dia suka memanggil dengan cara itu. Hanya dia. Hanya dia yang memanggil nama depanku secara lengkap. Aku rindu itu. Aku rindu segalanya. Aku rindu dia.
Perlahan, aku mulai bernyanyi mengikuti sebuah lagu yang dulu sering ia mainkan bersama gitarnya, sebuah lagu yang membuatku merindukannya,
If you’re not the one then why does my soul feel glad today?
If you’re not the one then why does my hand fit yours this way?
If you’re not mine then my does your heart return my call?
If you’re not mine would I have the strength to stand at all?
Cause I miss your body and soul so strong that it takes my breath away
And I breathe you into my heart and pray for the strength to stand today
Cause I love you, whether it’s wrong or right
And though I can’t be with you tonight
You know my heart is by your side~
(If You’re Not The One – Daniel Bedingfield)

Sunday, March 24, 2013

Pesan Waktu Itu

Hari itu tiba-tiba ponselku bergetar--yang membuat hatiku juga ikut bergetar; dan membuat sebuah ulasan senyuman tercetak jelas di bibirku. Sedikit kurang percaya bahwa pengirimnya adalah laki-laki yang ku tunggu sudah lama. Aku mulai membuka pesannya dan terlibat sedikit perbincangan dengannya.

Akhirnya, setelah 9 bulan lamanya dia mengirimku pesan lagi. Aku masih ingat pesan terakhirnya adalah ketika dia berpamitan akan pergi dari Cirebon dan berjanji tak akan melupakanku--aku juga berjanji tidak akan melupakannya; dan kini namanya tertera lagi di ponselku. Untuk pertama kalinya, setelah 9 bulan yang lalu.

Kami mengalami perbincangan yang cukup sederhana. Menanyakan kabar dan sekolah masing-masing sampai akhirnya membuatku cukup kehilangan kata untuk membalas pesannya itu. Sebenarnya banyak pertanyaan di benakku seperti, "Bagaimana sekolah disana?" "Apa kau merindukan Cirebon?" "Apa kau merindukanku?" "Apa kau punya kekasih yang baru sekarang?" dan "Apa kau mencintaiku?"  Hahaha lucu memang tapi benakku bertanya seperti itu. Tidak, aku tidak benar-benar bertanya padanya. Itu lebih dinamakan interogasi kecil-kecilan dibandingkan sekedar bertanya. Well, sejujurnya aku tidak cukup berani.

Kemudian perbincangan kami terhenti dengan keadaan aku tidak membalas pesannya lagi. Aku bingung harus bicara apa. Lalu aku menatap layar ponselku dalam, berharap itu bergetar lagi dan menunjukkan nama pengirimnya adalah dia.

Oh, manusia memang tidak pernah puas dan aku memang tidak pernah puas akan perbincangan yang pernah kami alami meski akhirnya aku selalu mengalah dan memutus perbincangan itu dengan satu alasan aku kehilangan kata-kata.

Setidaknya, terima kasih hari itu sudah mengirimku sebuah pesan. Sudah cukup untuk menguapkan seluruh rasa rinduku yang ku pendam akhir-akhir ini. Meski kini rasa rindu itu mulai menyeruak paksa untuk masuk ke dalam hatiku lagi. Tapi, terima kasih. Terima kasih untuk masih mengingatku sebagai temanmu. Setidaknya, aku masih punya status denganmu walau sebatas teman. Setidaknya, sedari awal memang hanya aku yang punya rasa berlebihan di pertemanan kita. Setidaknya, kapan kita bertemu lagi?

Aku akhiri surat kecilku hari ini. Sekali lagi, terima kasih untuk sudah menghubungiku. Meski pesan sederhana tapi punya efek luar biasa--kau seharusnya tahu bahwa aku selalu menganggapmu luar biasa dari kesederhanaanmu; Kapan-kapan hubungi aku lagi. Kapan-kapan kita bertemu lagi. Terima kasih. Aku mencintaimu.