Ponselku berdering kala itu, menunjukkan satu nama, dia. Segala canda kami ciptakan. Aku tersenyum dalam segala tulisan yang ia berikan. Aku terhenyak dan kemudian aku menyadari sebuah rasa yang sudah terlalu lama tak ku rasakan.
Dia membuatku lupa dengan masa laluku. Sejenak. Meski kadang ia datang dan membuat suasana sendu lagi seperti sebelumnya. Dia membuat pikiranku bergeser ke arahnya, tidak selalu menatap masa laluku, meski hanya sejenak tapi cukup membuat rinduku seakan meluap.
Setiap hari ponselku berdering, namanya tertera begitu saja di layar ponselku. Setiap hari, tanpa cela, dia hadir menghampiriku, membuatku lupa akan luka masa lalu. Aku mulai terbiasa.
Setidaknya, aku mulai terbiasa akan dering ponsel yang membawaku ke obrolan bersamanya. Setidaknya, aku mulai terbiasa akan canda tawa yang ia berikan padaku. Setidaknya, aku mulai terbiasa akan kenyamanan yang terselip di segala pesan yang ia berikan. Aku mulai terbiasa.
Harapan itu datang lagi. Harapan yang tercipta sama persis ketika aku mengenalnya dulu, dia--masa laluku. Harapan itu datang lagi. Rasa itu terselip lagi diantara kegiatan yang kini menjalar menjadi kebiasaanku, berbincang dan melepas canda bersamanya. Harapan itu datang lagi.
Tiba-tiba pikirannya terbesit di otakku. Bagaimana jika dia hanya pelarianku? Setidaknya, aku tidak mau ada orang yang tersakiti akan ulahku.
Tiba-tiba pikirannya terbesit di otakku. Bagaimana jika dia tidak mencintaiku juga?
Lantas sia-sialah rasa yang mulai berkembang di jiwaku ini.
Tiba-tiba pikirannya terbesit di otakku. Bagaimana jika aku akan sakit lagi?
Sekiranya, aku sudah mulai terbiasa akan segala kehadirannya di hidupku. Sekiranya, aku sudah mulai terbiasa.
Saturday, April 20, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment