Aku sedang bercengkerama dengan teman-temanku begitu salah satu dari temanku menghampiriku. Dia menepuk bahuku dan menyatakan suatu hal yang membuatku begitu terasa random antara harus senang atau sedih mendengar beritanya.
Nin, D akan main ke Cirebon.
Aku diam menatapnya. Memandang dengan tatapan--kau bercanda kan?
Kemudian dia meyakinkanku bahwa apa yang ia katakan adalah benar. Bahwa seseorang yang aku tunggu mati-matian akan kembali ke kotaku, untuk sementara waktu, mungkin hanya sehari atau dua hari, dan dia tidak mengabariku secara langsung, dan tidak ada janji pertemuan denganku, dan aku ingin sekali bertemu dengannya lagi, dan aku ingin diberi kesempatan untuk bercengkrama dengannya lagi, atau paling tidak memandangnya lagi dari jarak dekat--setidaknya kini yang aku lakukan hanyalah memandang wajahnya dari foto-foto yang ia unggah di dunia maya, dan aku tidak tahu harus bagaimana merancang cara-cara agar bisa bertemu dengannya, dan kini yang aku lakukan hanya berdoa agar Allah mau mempertemukan kembali aku dengannya dan juga memutar otakku untuk mencari cara agar bisa bertemu dengannya.
Setidaknya, jika aku bisa lihat wajahnya langsung meski ia tidak sadar aku ada di sana, tidak apa. Karena melihat wajahnya dengan jarak kurang dari satu kilometer saja membuatku begitu bersyukur dibanding harus mengkhayal memandang wajahnya dengan jarak dua ratus delapan puluh empat kilometer.
Karena kini aku sadar, perlahan dia menghancurkan niatku untuk melupakannya lagi--untuk kesekian kalinya selalu seperti itu.
Karena kini aku sadar, siapa yang paling bodoh diantara kami? Dia yang bodoh karena bertindak dan membuatku susah lupa atau aku yang bodoh karena bertindak dan membuat diriku sendiri jadi susah lupa?
Sunday, September 22, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
wah selamat mengulang kenangan kalau begitu.
ReplyDelete