Setahun berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin kita saling kenal, rasanya baru kemarin kau membuatku jatuh hati, rasanya baru kemarin kau dan aku saling berbagi cerita, dan sudah setahun kau meninggalkanku.
Wajahmu masih terbayang jelas di memoriku, tuan. Bagaimana matamu membentuk sebuah senyuman saat kau tersenyum. Bagaimana matamu menyorot tajam tapi hangat setiap aku mengajakmu berbicara. Bagaimana mataku mencari bayangku yang tidak ada di sorotan matamu.
Secercah rasa bahagia menyelinap dalam hatiku untuk mengetahui bahwa kau masih mengingatku. Meski hanya sebatas teman. Tapi, untuk mengetahui kau masih ingat saja, ini sudah cukup untukku, Tuan.
Terus ingat aku, tuan. Sebagai temanmu yang bisa menerima kamu apa adanya. Sebagai temanmu yang siap sedia menerimamu. Kemudian kau akan ingat aku sebagai seseorang yang menaruh harap padamu. Kemudian kau akan ingat aku sebagai seseorang yang menunggumu. Kemudian kau akan ingat aku yang selalu mencintaimu.
Kemudian, berbaliklah, tuan.
Datanglah. Pertemuan kita akan sangat berarti meski jika Tuhan hanya memberi kita waktu yang sempit. Datanglah. Walau seandainya hatimu tetap tidak bisa ku miliki, ku mohon datanglah.
Datanglah. Meski hanya sebatas menatap matamu barang sebentar. Datanglah. Meski yang ingin ku dengar lebih dari apa yang ku harapkan.
Mungkin harapanku terlalu muluk untuk memintamu untuk datang. Jika keberatan, mengapa Tuhan tidak pertemukan kita sebentar saja? Aku hanya butuh melihat keadaanmu sebentar dan mendengar suaramu memanggil namaku dengan tegas seperti biasanya.
Datanglah. Jika takdirku bukan dirimu kau boleh pergi lagi. Lalu aku tidak akan mengharapmu lagi. Tapi kumohon datanglah. Meski hanya satu kali. Meski kemudian Tuhan bisa ambil nyawaku, karena yang aku ingin adalah melihatmu satu kali lagi. Tersenyum dan memanggil namaku, Anindityas.
Karena hanya dirimu yang memanggil nama depanku dengan lengkap.
Monday, June 3, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment